Dari Guruan Telor Hingga Eksodus ke Kuala Lumpur: Aceh Tak Ada Pesta Perayaan Tahun Baru?
Oleh: Fahmi Mada, Jurnalis Senior Aceh
Satu ketika di akhir tahun 1990, kondisi politik Aceh lumayan riuh. Kala itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Aceh yang dijabat Prof Ali Hasjmy menghimbau kepada para pemilik hotel di Aceh untuk tidak membuat pesta untuk menyambut tahun baru.
Namun ada pengusaha hotel di Banda Aceh yang terbilang "nakal". Mereka bersikukuh untuk menyelenggarakan pesta "old and new" dengan mendatangkan artis Ibukota di hotel mereka.
Mencium gelagat tak sedap tersebut, beberapa hari sebelum akhir tahun, Prof Ali Hasjmy membuat konferensi pers sekaligus memberi "ultimatum" kepada pemilik hotel.
Guru Besar Sejarah Islam pada IAIN Ar-Raniry ini menjelaskan bahwa Aceh sejak merdeka sudah mewarisi nilai-nilai keistimewaan di bidang Islam, pendidikan dan adat-istiadat. "Dimensi ini yang harus kita hormati. Nilai-nilai ke-Islaman yang diwarisi sejak zaman kolonial harus kita pelihara," ujarnya.
Besoknya Serambi Indonesia, koran yang berpengaruh di Aceh menurunkan berita utamanya yang menohok. Intinya, mereka menulis berita bertajuk: Bubarkan MUI Aceh, baru pesta tahun baru boleh dilangsungkan.
Sejak peristiwa tersebut, pesta pergantian tahun tak dipublikasi secara terbuka. Meski demikian perayaan pergantian tahun tetap berlangsung tapi sifatnya tertutup dengan tamu yang terbatas.