Ada Kebohongan Sejarah 20 Mei Sebagai Hari Kebangkitan Nasional!

Sejarah  

Berdirinya dan Bubarnya Budi Utomo

Pada 20 Mei 1908 di Batavia (sekarang Jakarta), atas dorongan dari R. Wahidin Sudirohusodo (7 Januasir 1852 – 26. Mei 1917), seorang dokter Jawa, beberapa pemuda dari etnis Jawa yang termasuk golongan priyayi (bangsawan) rendahan, yang belajar di Sekolah Dokter STOVIA (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen – Sekolah Dokter Pribumi), mendirikan organisasi yang dinamakan Budi Utomo.

Tujuan didirikannya Budi Utomo adalah membantu putra-putra bangsawan Jawa dan Madura dari golongan rendah memperoleh biaya untuk pendidikan lanjutan. Pada waktu itu di kalangan komunitas etnis Jawa dan Madura, pendidikan lanjutan dan pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati oleh putra-putra bangsawan golongan tinggi, terutama tentu yang pro Belanda. Walaupun semua anggota Budi Utomo dari etnis Jawa dan Madura, namun bahasa pengantar di Budi Utomo adalah bahasa Belanda. Bahasa Indonesia belum ada, dan bahasa Melayu belum sangat populer di kalangan masyarakat luas.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam Kongres Budi Utomo pertama bulan Oktober 1908 di Yogyakarta, terjadi pergeseran arah dan tujuan didirikannya Budi Utomo, karena peserta Kongres didominasi oleh generasi tua yang adalah bangsawan-bangsawan Jawa dari golongan tinggi. Banyak di antaranya adalah pegawai-pegawai atau pensiunan pegawai pemerintah kolonial. Cukup banyak dari para bangsawan golongan tinggi yang tidak setuju dengan gagasan memberikan beasiswa pendidikan lanjutan untuk putra-putra bangsawan rendah.

Mereka berpendapat, cukup bangsawan tinggi yang mendapat pendidikan lanjutan. Yang menentang gagasan untuk memberi beasiswa kepada putra-putra bangsawan golongan rendah, a.l. Kanjeng Raden Tumenggung Rajiman Wedyodiningrat (21 April 1879 – 20 September 1952),(2) yang adalah keponakan dari Wahidin Sudirohusodo. Rajiman bahkan tidak menyetujui pendidikan barat untuk masyarakat etnis Jawa. Rajiman termasuk kelompok yang menginginkan kembalinya kejayaan Jawa.

Dalam kongres Budi utomo pertama tersebut terjadi polarisasi antara golongan muda dengan golongan tua, yang dimenangkan oleh golongan tua. Pengurus Budi Utomo juga kemudian didominasi oleh para bangsawan tinggi dari golongan tua. Pengurus pertama Budi Utomo dari golongan muda tersingkir. Yang terpilih sebagai ketua adalah Raden Adipati Tirtokusumo, mantan Bupati Karanganyar. Wakil Ketuanya adalah R. Wahidin Sudirohusodo.

Pribumi, terutama para bangsawan tinggi yang dapat menjadi Bupati atau pejabat di pemerintah kolonial adalah orang-orang yang patuh dan setia kepada Belanda. Setelah Budi Utomo berdiri, banyak bangsawan dan pejabat kolonial dari etnis Jawa yang masuk menjadi pengurus dan anggota Budi Utomo.

Budi Utomo sama sekali tidak berpolitik, bahkan masih bekerjasama erat dengan pemerintah kolonial, karena mereka memang pegawai- pegawai pemerintah kolonial. RA Tirtokusumo menjadi Ketua Budi Utomo sampai tahun 1911, dan digantikan oleh Pangeran Ario Noto Dirojo. Pemerintah kolonial banyak membantu dengan pendanaan.

Di masa kepengurusan Pangeran Ario Noto Dirojo, Budi Utomo mendapat dana dari pemerintah kolonial sebesar 50.000 gulden. Pemerintah kolonial membantu pendanaan dalam rangka melaksanakan “politik etis” yang dicanangkan oleh pemerintah Belanda tahun 1901. “Politik etis” mendapat banyak kecaman karena terjadi penyimpangan dalam pelaksanaanya.

----------------

(2) Dalam BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan) tahun 1945, KRT Rajiman Wedyodiningrat diangkat menjadi ketua.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image