Sejarah

Raja Belanda Williem-Alexander Minta Maaf Peran Leluhurnya Dalam Perbudakan di Era Kolonial

Raja Belanda Wilem-Alexander menaiki kereta kerajaan ke Parlemen Belanda. Kereta ini kontroversial karena di badannya ada gambar mengenai praktik perbudakan Belanda di wilayah jajahannya.
Raja Belanda Wilem-Alexander menaiki kereta kerajaan ke Parlemen Belanda. Kereta ini kontroversial karena di badannya ada gambar mengenai praktik perbudakan Belanda di wilayah jajahannya.

Raja Belanda Willem-Alexander, Sabu 1 Juli, resmi meminta maaf atas peran negaranya dalam perbudakan era kolonial.

Permintaan maaf itu disampaikan dalam pidato bersejarah yang disambut sorak-sorai pengunjung dan peserta Perayaan Keti Koti — kata dalam Bahasa Suriname yang artinya Memutus Rantai — di Amsterdam.

Pidato Raja Willem-Alexander mengikuti langkah PM Mark Rutte tahun lalu. Namun pidato kepala negara Kerajaan Belanda ini menjadi bagian paling penting dalam sejarah kolonial Barat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam pidato penum emosional, Raja Willem merujuk kembali permintaan maaf PM Rutte dengan mengatakan; “Hari ini saya berdiri di hadapan Anda. Hari ini, sebagai raja Anda dan anggota pemerintah, saya menyatakan meminta maaf. Saya merasakan beban kata-kata di hati dan jiwa saya.”

Raja Willem juga mengatakan telah menutaskan sejumlah pakar untuk mengadakan studi tentang peran Keluarga Orange van Nassau dalam perbudakan.

Suara Raja Willem terdengar pecah karena emosi saat dia menyelesaikan pidatonya, sebelum meletakan karangan bunga di monumen perbudakan nasional di sebuah taman di Amsterdam.

Perbudakan dihapuskan di Suriname dan koloni Belanda di Karibia pada 1 Juli 1863, tapi praktek itu masih berlangsung sampai sepuluh tahun kemudian. Ribuan orang dipekerjakan di perkebunan tanpa dibayar, dan dibiarkan kelaparan.