Sejarah

Dari Pada Tuntut Pengembalian Jarahan Belanda, Rakyat Persoalan Saja Kolonialsime dan Perbudakan?

Pelelangan budak di Batavia awal abad ke-19. (Tijdschrift voor Nederlandsch Indie Vol.. 15 No. 9, 1853).
Pelelangan budak di Batavia awal abad ke-19. (Tijdschrift voor Nederlandsch Indie Vol.. 15 No. 9, 1853).

Aktivis pembela kehormatan Indonesia dan pemerhati sejarah, Batara R Hutagalung, menegaskan ada yang lebih esensial disikapi ketika mendengar berita Pemerintah Belanda akan mengembalikan harta jarahan ketika mereka mengkoloni kerajaan yang ada di Nusa Tenggara, seperti misalnya kerajaan Lombok. Hal itu adalah mempertanyakan mengapa pemerintah Belanda tidak mengakui sekaligus meminta maaf atas penjajahannya dan melakukan perdagangan budak di Nusantara.

‘’Kedua hal itu lebih esensial, lebih merupakan usaha kehormatan menjaga marwah bangsa Indonesia. Kalau soal harta jarahan itu memang penting dan harus dituntut, namun pengakuan secara resmi dan pemintaan maaf atas kolonialisme dan perdagangan budak itu di atas segalamya,’’ kata Batara Hutagalung, dalam perbincangan Ahad siang, (9/7/2023).

Batara mengatakan, pihaknya sangat tahu bahwa kedua tuntutannya tidak mungkin akan terwujud dalam masa sekarang. Ini karena apa parlemen dan pihak pemerintah Belanda mayoritas dikuasi partai sayap kanan yang kebanyakan adalah keturunan para veteran perang, anak pejabat kolonial, hingga keturuan dari orang kaya yang dahulu menguasai perkebunan di berbagai wilayah di Nusantara.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

‘’Saya harus katakan di Nusantara ya. Itu karena yang pernah dijajah adalah Nusantara dan Indonesia itu tidak pernah dijajah. Anda harus pahami bedanya itu dahulu. Nusantara yang terdiri dari wilayah berbagai kesultanan itu eksis semenjak dahulu kala dan ini yang dijajah Belanda. Sedangkan Indonesia baru secara politik ada di tahun 1945 sehingga tidak pernah dijajah,’’ tegasnya.

Menurut Batara, para pihak yang menolak mengakui kemedekaan Indonesia, termasuk tidak mengakui adanya perbudakan di wilayah Nusantara itulah yang menjadi penentu kebijakan pemerintah Belanda saat ini. Partai opisinya, yakni partai buruh dan sosialis, meski terus melawan dan mendukung tuntutan Indonesia, tetap belum dapat menguasai parlemen.

‘’Maka tidak heran para keturunan veteran dan para pengusaha perkebunan di Nusantara melakukan berbagai perlawanan yang keras. Anak Werteling misalnya dengan tegas menyatakan bila ayahnya itu adalah pahlawan Belanda. Dan dari survei setengah orang Belanda sampai kini menggap Wersterling sebagai pahlawan, walaupun rakyat di Indonesia menganggapnya sebagai penajahat perang. Ingat juga ya, tentara Belanda yang dahulu terlibat dalam perang pada periode 1945-1950 mencapai sekitar 200 ribu orang. Banyangkan berapa besar jumlah anak dan kerurunan mereka di Belanda saat ini. Maka ini jelas merupakan kekuatan politi besar,’’ ujarnya lagi.

‘’Sikap sama juga dikatakan para keturunan bekas orang kaya Belanda yang dahulu kuasai perkebunan. Ini karena ketika proklmasi dibacakan, maka pernyataan itu langsung menghapus kekayaan dan berbagai hak khususnya yang sepanjang masa kolonial itu mereka nikmati. Jelas mereka kecewa sekali dan terus akan melawannya,’’ kata Batara.

Lihat tulisan selanjutnya soal perbudakan