Sejarah

Beda Sengan Sekarang yang Hanya Dipernjara, Dahulu di Kampung Japat Tempat Dandels Menvonis Koruptor

Kampung di pingiran Pelabuhan Tanjung Priok tempo dulu.
Kampung di pingiran Pelabuhan Tanjung Priok tempo dulu.

Di pintu masuk Jaagpad (kini bernama Jl Lodan Raya - red), di sebelah kiri, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menulis surat hukuman mati untuk sembilan pribumi petugas bea cukai yang terbukti korupsi.

(Tafereelen en merkwaardigheden uit Oost-Indièˆ 1790-1858)

Jaagpad adalah saksi bisu 'kebrutalan' Daendels dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku korupsi. Ia melakukannya kepada siapa pun; pribumi atau Belanda, petinggi atau pegawai biasa.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam penjelasan lanjutan tentang peristiwa Desember 1810 itu, Johannes Olivier menulis sembilan pribumi pelaku korupsi itu sebetulnya telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman cambuk oleh Raad van Justitie. Daendels diberi kabar tentang vonis itu saat meninjau Jaagpad.

Daendels berhenti sejenak di pintu masuk Jaagpad, meminta secarik kertas kepada ajudannya, dan menulis; Kejahatan yang dilakukan petugas pajak, demi kehormatan, keadilan, dan sebagai contoh bagi yang lain, sembilan tahanan itu harus dihukum dengan tali, yang diikuti dengan kematian.

Raad van Justitie mengajukan keberatan atas hukuman, yang menurut para hakim, melanggar kesucian hukum, sewenang-wenang, dan kejam. Daendels menjawab keberatan anggota kolegium Raad van Justitie dengan ancaman akan menghukum mati mereka jika perintah itu tidak dilaksanakan.

Dalam surat yang lain, bertanggal 31 Desember 1810, Daendels memerintahkan pejabat bea cukai dan pajak harus berada di setiap kapal yang berada di Jaagpad.

Tidak ada cerita bagaimana hukuman Daendels itu dijalankan. Saat itu, Batavia masih menerapkan hukuman mati. Eksekusi berlangsung di depan Stadhuis, atau Balai Kota, dan Daendels dipastikan mendengar kabar eksekusi itu.