Sejarah

Imbas Berseteru dan Bantai Ribuan Ulama Membuat Amangkurat Enggan Pakai Gelar Sultan Tapi Susuhunan

Syarif Makkah terakhir, Husain bin Ali ialah Syarif Makkah
Syarif Makkah terakhir, Husain bin Ali ialah Syarif Makkah

Imbas perselisihan dan kemudian memicu pembantaian ribuan ulama oleh Raja Mataram ternyata terbukti panjang. Ini misalnya pengganti Sultan Agung, yakni Raja Amangkurat I, engan atau tak sudi lagi memakai gelar 'Sultan' seperti mendiang ayahnya. dia memilih memakai gelar 'Susuhunan' atau 'Sunan' yang itu merupakan gelar raja Jawa penginggalan masa Majapahit.

Pada awalnya emang tak banyak tahu mengapa Raja Mataram Amangkurat tak lagi memakai gelar Sultan seperti ayahnya Sultan Agung? Ini terkait keinginan Amangkurat kembali memakai gelar raja ala zaman Majapahit yakni ‘Susuhunan’ atau ‘Sunan’ di singkat Sunan.

Bila dilihat kembali ke masa periode sebelumnya yakni masa Sultan Agung yang pada mudanya bernama Pangeran Rangsang, gelar sultan itu memang dia ambil ketika mengirimkan utusan ke Makkah sekitar tahun 1641-an. Saat itu gelar Sultan dimintanya setelah mengirimkan utusan untuk beribadah haji ke Makkah pada tahun tersebut.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Pada saat itulah syarif Makkah, Zaid ibnu Muhsin Al Hasyimi.menganugerahkan gelar Sultan kepada raja Mataram. Syarif Makkah ini adalah perwakilan dari imperum Ottoman yang kala itu menguasi dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah.

Dalam catatan De Graaf Amangkurat I selaku pengganti Sultan Agung itulah yang mengawalinya. Raja muda ini memang menganugerahi dirinya nama yang dimiliki ayahnya sebelum pengangkatannya sebagai sultan antara tahun 1624 dan 1641, yaitu Susuhunan Ingalaga, Kiranya perlu diingat bahwa pewarisan suatu gelar kala itu belum bisa terjadi di Jawa. Misalnya, pengganti Sultan Banten yang meninggal 1651 bahkan harus mendatangkan gelar itu kagi ke Makkah, dan baru setelah itu Bernama Sultan Abulfath Abdul Fattah,

Mungkin raja Mataram merasa keberatan harus berusaha dan mengeluarkan banyak biaya untuk diangkat sebagai Sultan oleh orang asing, sedangkan dengan segera dan cuma-cuma ia dapat menamakan dirinya dengan Susuhunan. (catatan, di sini De Graaf tak melihat bahwa ketika menerima gelar Sultan dari Syarif Makkah maka artinya raja ini menundukan diri pada kekuasaan imperium Ottotaman yang kala itu Berjaya. Terbukti di masa kemudian Amangkurat lebih mendekat ke VOC dan banyak berseru dengan pemuka agama Islam).

Apalagi dari catatan De Graaf memang saat itu Amangkurat seringkali berselisih dengan para ulama, sehingga hal ini dapat menimbulkan perasaan kurang senang pada hubungannya dengan Arab (yang ini sebenarnya Ottoman, red).