Nomokrasi dan Islamophobia: Akar Prasangka Buruk Terhadap Islam (Bagian 1)
Oleh: DR Al Chaidar Abdurrahman Puteh, Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh
Islamofobia adalah sebuah fobia atau suatu ketakutan, kebencian atau prasangka terhadap Islam atau Muslim secara umum. Istilah ini mulai digunakan pada akhir abad ke-20, terutama setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, yang menimbulkan persepsi negatif terhadap komunitas Muslim di dunia.
Islamofobia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang berkaitan dengan identitas, ideologi, kepentingan, dan konstruksi sosial tentang Islam dan Muslim.
Konsep Islamofobia dapat dipahami dari berbagai perspektif teoretis, seperti psikologi sosial, sosiologi, antropologi, studi budaya, studi poskolonial, dan studi kritis.
Beberapa teori yang dapat digunakan untuk menganalisis Islamofobia, antara lain teori kontak antarkelompok, teori konflik sosial, teori orientalisme, teori rasisme kultural, dan teori hegemoni. Teori-teori ini dapat membantu menjelaskan penyebab, bentuk, dampak, dan strategi mengatasi Islamofobia.
Peraturan hukum dan kebijakan tentang Islamofobia bervariasi di berbagai negara dan wilayah. Beberapa negara memiliki peraturan hukum dan kebijakan yang melindungi hak-hak dan kebebasan orang-orang Muslim dari diskriminasi, pelecehan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Beberapa contoh negara ini, antara lain Kanada, Inggris, Prancis, Jerman, dan Indonesia. Namun, beberapa negara lain memiliki peraturan hukum dan kebijakan yang justru membatasi atau mengancam hak-hak dan kebebasan orang-orang Muslim dengan alasan keamanan nasional, integrasi sosial, atau nilai-nilai demokrasi. Beberapa contoh negara ini, antara lain Amerika Serikat, China, India, Myanmar, dan Israel.