Sejarah

Hari-Hari Terakhir Amangkurat I: Tragis Dikalahkan Trunojoyo, Mati Dalam Pelarian ke Batavia

Suasana perang Trunojoyo melawan kompeni yang mendukung Sunan Amangkurat.
Suasana perang Trunojoyo melawan kompeni yang mendukung Sunan Amangkurat.

Kekuasaan di manapun ada batasnya. Tak peduli itu raja yang punya klaim diri sebagai wakil tuhan (deva raj, dewa raja) semuanya akan berakhir. Sejak kematian itulah namanya akan lestari dicatat dibagai apa di atas batu nisannya: Apakah dia penguasa adil atau penguasa lalim.

Ketentuan itu pun terjadi pada sosok Sunan Amangkurat I. Meskipun dia begitu berkuasa sehingga punya kebiasaan membunuh kawulanya segampang seperti dirinya ‘makan sirih’, tentu ada batasnya. Kelalimannya yak tak terkira dengan membunuhi ribuan ulama yang beroposisi dirinya ternyata tak berguna untuk mencegah datangnya kematian. Apalagi dalam nasihat jawa: Dipun kunci ngange gembok wesi utawi sesingidan wontem tembok puri (walauoun dikunci dengan gembok besi atau sembunyi di balik tembok benteng) malaikat maut tetap datang menjemput.

Apalagi kala istananya Mataram yang berada di Plered (Bantul) jatuh ke tangan penyerbu dari Madura dan Makassar di bawah pimpinan Pangeran Trunojoyo, Sunan sudah tua dan sakit-sakitan. Dia kerapkali hanya tinggal di dalam istana. Sudah sangat jarang menampakkan diri ke publik.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Melalui catatan arsip VOC dikisahkan begini. Pasukan Trunojoyo sudah berada di sekitar Kraton Pleret. Sunan merasa tidak aman lagi di dalam keraton,, ia pergi meninggalkan tempat itu pada malam hari, tanpa dihalangi oleh siapapun. Hanya sedikit orang mengantarkannya., yaitu beberapa anggota keluarga, putra-putranta Raden Tapa dan Raden Aria Panular, serta dua orang wanita.

Di imogiri ia membawa 1.000 orang, mungkin juga untuk penjagaan makam. Ia membawa semua pusaka, kecuali yang berat sekali seperti Meriam keramat Nyai Setomo (yang kemudian ditarik ke kediri). Juga harta kekayaan kerajaan sebanyak 350.000 ringgit terpaksa ditinggalakn.

Semua juga dibawa serta seekor gajah. Sempat beberapa lama Sunan naik gajah, kemudian berganti naik tandu. Akhirnya Pangeran Puger menemukan hewan berkulit tebal (gajah) itu yang ditinggalkan Sunan itu ditepi jalan. Namun, ada pihak menyatakan Pangeran Puger justru yang merampasnya dari ayahnya.

Keberangkatan Sunan Amangkurat I untuk menjalani pelarian dari Plered yang hendal ke Batavia itu tepatnya terjadi pada hari Jumat 1 Jumadilawal, yaitu 2 Juli 1677.