Belajar dari Cokro Aminoto di Rusuh SARA 1920 di Surabaya: Jangan Bermain Api dengan Penistaan Agama

Agama  

Tak hanya pemerintah kolonial Hindia Belanda, rezim yang sekuler pun di zaman Orde Baru. Presiden Soeharto tak pernah mau mentoleransi soal isu SARA.

Pak Harto memang semenjak awal kekuasaannya dia selalu bertindak tegas bila muncul soal SARA. Pak Harto menjalankan aturan dengan melaksanakan Peraturan Presiden (Pepres) N0 1 tahun 1965 yang dibuat oleh Presiden Soekarno.

Isi aturan hukum ini adalah tentang pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tak hanua ituPerpres tersebut kemudian menetapkan untuk menambahkan pasal penodaan agama di dalam bab yang mengatur tentang ketertiban umum, Pasal 156 a KUHP. Tujuannya diantaranya adalah untuk menjaga tertib sosial di masyarakat.

Tapi pertanyaannya kemudian: Apakah sinisme terhadap agama –di antaranya Islam-- menjadi berhenti? Jawabannya ternyata tidak! Sinisme (bahkan bisa disebut phobia) terus berlanjut.

Sebagai ujian pertama ‘keampuhan’ aturan hukum ini terjadi pada bulan Agustus 1968 atau di masa awal Orde Baru. Majalah sastra termuka yang diasuh HB Jassin --Majalah Sastra, Th. VI. No. 8, Edisi Agustus 1968 – mempublikasikan cermin kontroversial ‘Langit Makin Mendung’ karya sesorang yang menyebut dirinya sebagai Ki Panji Kusmin yang mengolok nabi Muhammad SAW dan Jibril turun di kawasan Pasar Senin.

Saat itu kontroversi pun meledak hebat. Umat Islam saat itu merasa tersinggung dengan cerpen tersebut yang dianggap menghina Islam.

Ki Panji Kusmin dihukum. Dan HB Jassin selaku penanggung jawab Majalah Sastra dihukum percobaan selama dua tahun

Maka, tak usah main-main soal SARA....! Kalangan umat beragama -- terutama Islam harus banyak bersabar...

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image