Sejarah

Apa Tujuan Sunan Giri Prapen Menyerahkan Gunting dan Peralatan Cukur Kepada Raja Batu Genggong?

Berbagai jenis perahu dari berbagai negara bersandar di pelabuhan Hitu. (ilustrasi).
Berbagai jenis perahu dari berbagai negara bersandar di pelabuhan Hitu. (ilustrasi).

Kalau orang Jawa Mataram mengidolakan Sunan Kaliijaga, sebenarnya dibandingkan pengaruh dakwah Sunan Giri lebih luas jangkauannya. Tak heran bila Sunaan Giri di juluki pengelana Eropa layaknya Paus di Eropa. Ini karena dia juga menjadi penasihat politik-kekuasaan dari kerajaan Majapahit dan Demak.

Tak hanya berkat saranynya Raja Lombok pun berseida memindahkan istananya ke Selaparang. Dalam temuan penulis (di luar buku De Graaf) pengaruh Sunan Giri Prapen dari Gresik ini juga terjejak hingga wilayah Flores Timur (ujung timur –selatan Nusantara yang berbatasan dengan Timor Leste).

Baca juga: Para Wali dan Jaringan Guru Sifi Penyebar Islam di Jawa (Bagian 1)

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Di sana jejak dakwahnya tersimpan dalam kisah atau legenda seserorang pemuda bernama ‘Ole Lang’. Kala itu dia pergi menumpang kapal bersama dengan para pelaut Jawa berlayar ke Gresik. Tujuannya belajar Islam di pesantren Sunan Giri,

Ole Lang hampir selama 15 tahun belajar atau menjadi santri Sunan Giri Prapen di Gresik tersebut.

Selanjutnya De Graaf sendiri menulis, "Mungkin Sunan Prapen ini juga ada hubungannya dengan usaha orang Jawa yang menyebarkan agama Islam Islam di Bali, seperti tersebut dalam ‘Kidung Pamancangah’.

Raja Mataram dan Raja Pasuruan dikatakan telah menggubah tembang berisi ejekan terhadap Raja Bali, Batu Genggong, dengan menyamakan dengan jangkrik aduan yang sedang dikilik.

Raja yang terhina itu sangat marah, dan menjawabnya melalui satria, Den Takmung. Dalam jawabannya, ia mengingatkan kembali akan kedatangan seorang utusan dari Makkah, yang menawarkan kepada raja sebuah gunting dan peralatan cukur (Lelaki di Jawa dan Bali sebelum Islam memang rambutnya terbiasa dibiarkan panjang bergelung,red), serta hendak mengislamkannya.

Mendapat hadiah gunting dan alat cukur rambut Raja Genggong murka. Baginya ini sebuah penghinaan, atau bukan hadiah.

Maka hadiah dari Sunan Prapen tersebut dihancurkan, dan utusan yang menyampaikannya pun dihajar.

De Graaf kemudian juga menulis, dalam kisah ini harus dikemukakan bahwa pemberian nama geografis, seperti ‘Mataram’ atau ‘Makkah’ hendaknya tidak terlalu dipandang secara harfiah.

Bagi orang Bali kala itu gambaran mengenai dunia luar pulau mereka tidak jelas, tetapi dapat dipastikan bahwa Batu Genggong hidup semasa dengan Sunan Prapen. Sebab, bagaimana mungkin Sunan Prapen yang ingin mengislamkan Lombok, justru melompati Bali yang letaknya lebih dekat.