Paradoks Menang ala Antah-Berantah
Oleh: Swary Utami Dewi, Peneliti dan Penulis.
Sekadar menang? Inilah yang akhir-akhir ini hadir dalam pikiran saya ketika melihat kecenderungan betapa kemenangan dalam satu kompetisi, apapun itu, dilihat dan dimaknai dari menang belaka, bahkan pokoknya harus menang. Celakanya, akhir-akhir ini muncul pula kecenderungan bahwa keharusan untuk menang itu boleh dilakukan dengan segala cara. Pokoke menang...
Di sini, mau tidak mau saya teringat cerita pertandingan di negeri antah-berantah.
Konon kabarnya, suatu pertandingan di negeri itu, sudah diatur sedemikian rupa sehingga jagoan sang penguasa negeri kini pulang menenteng tropi juara. Cerita ini mirip takhayul, tapi ada dan sedang banyak diulas di berbagai media antah-berantah, dari yang tradisional hingga super canggih. Kisah negeri ini juga menjadi obrolan hangat-hangat panas, dari pusat negeri hingga pelosok kampung.
Dengungnya masih terdengar hingga kini, bahkan kisah ini merambah ke telinga' berbagai negeri lain. Teriakan protes "menang curang" terus bertabuh, berlomba dengan pekik selebrasi kemenangan sang jagoan. Hore...kita menang.
Saya yang kebetulan tertarik dengan kisah unik negeri antah-berantah ini, tiba-tiba teringat akan ajaran seorang guru olahraga, yang merangkap pembina Pramuka, sewaktu saya masih belia.