Enam Djam di Jogja, Serangan Oemoem 1 Maret 1949: Tak Perlu Tambo Ci'e
Desember 1948 Jogja diduduki Belanda. Tentara melakukan perlawanan gerilya pimpinan Jenderal Sudirman. Belanda melancarkan propaganda kekuatan RI sudah habis.
Panglima Divisi III Kolonel Bambang Soegeng mengeluarkan instruksi pada tanggal 18 Februari 1949 jam 20.00 kepada Let. Kol Soeharto untuk melakukan serangan-serangan serentak pada objek-objek tertentu.
Maka terjadilah 'serangan oemoem' pada tanggal 1 Maret 1949 ke Jogja. Jogja berhasil diduduki selama enam jam. Dampak serangan ini berhasil mematahkan propaganda Belanda di fora Internasional.
"Although it was held only for a few hours, it resulted in a UN resolution calling on the Dutch to leave, (Meskipun hanya diadakan beberapa jam kami duduki, serangan itu menghasilkan resolusi PBB yang meminta Belanda untuk pergi.'' Begitu kesimpulan International atas Serangan Oemoem ke Jogja yang dipimpin Let. Kol Soeharto pada 1 Maret 1949.
Produser film Usmar Ismail dari Perfini pada tahun 1951 membuat film tentang Serangan Oemoem dengan judul Enam Jam di Jogja dengan bintang antara lain Del Yuzar dan Aedy Moward. Film ini mengalami sukses besar di seluruh Indonesia selama ber-ahuntahun. Saya sendiri baru nonton film ini tahun 1954. Nunggu akil baligh karena film ini untuk 13 tahun ke atas.
Herannya, sekarang kok bisa-bisanya keluar putusan resmi bahwa yang berperan dalam Serangan Oemoem Sukarno, Hatta, Sudirman, dan Sri Sultan. Nama Suharto disingkirkan. Untuk Panglina Sudirman dan Sultan Jogja memang beralasan. Tapi sulit untuk membuktikan peran Sukarno-Hatta dalam Serangan Oemoem. Malah bisa dikatakan aneh.
Sejarah adalah soal pembuktian, bukan titah otoritas kekuasaan.
Dan kini, panggal 8 Maret 2022 harga minyak dunia naik lagi menjadi 30 dolar AS per barrel. Pemerintah tak perlu ambil risiko urus sejarah, ambillah perhatian pada soal ekonomi. Hidup rakyat sudah sangat sulit apalagi kalau minyak dunia capai 39.13 dolar AS, tak tahulah apa nasib rakyat.
Soal Serangan Oemoem yang dipimpin Let.Kol Soeharto biarlah sekali saja. Tak perlu tambo ci'e, dalam logat Minang.
*** Penulis: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.