Sejarah

Kualitas Guru dan Spiritual Suharto: Tidak, Tidak Pahit, Saya Sudah Kapok Jadi Presiden

Suharto di depan para ulama dan tokoh masyarakat menyatakan mundur di kediamannya di Cendana: Ora Patekan dadi presiden (tidak kudisan tak jadi presiden).

Oleh: B Wiwioho, Jurnalis senior mantan pemimpin redaksi Panji Masyarakat.

Dalam penelusuran penulis semenjak 1980-an sampai awal 2000-an, mencoba napak tilas – menelusuri jejak perjalanan spiritual – Pak Harto sedari remaja sampai sewaktu menjabat Presiden. Publik tahu bahwa di Jawa Tengah saja setidaknya ada 2 guru spiritual dan sejumlah tempat lokasi menyepi. Banyak ulama khos dan mursyid dari berbagai daerah di Indonesia yang dihormati Pak Harto.

Kiai Daryatmo

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Guru spiritual tersebut adalah mubalig Kiai Daryatmo dan Soedijat Prawirokoesoemo atau Romo Diyat. Perihal Kiai Daryatmo, Pak Harto menuturkan sepanjang dua halaman sendiri di dalam buku biografinya, ANAK DESA.

Bahkan, kiai Daryatmo dikenalnya tatkala berusia 15 tahun, di perantauannya di Wonogiri. Kala itu Soeharto tumbuh sebagai anak muda yang tinggi kekar tapi melarat, hidup menumpang di rumah teman ayahnya, seorang pensiunan pegawai kereta api bernama Harjowiyono.(O.G.Roeder, ANAK DESA: Biografi Presiden Soeharto, Penerbit Gunung Agung 1970: 166 – 167).

Harjowiyono adalah orang yang taat dan pengikut setia Kiai Daryatmo, seorang guru dan mubalig terkenal, sekaligus dukun kenamaan yang dikenal bisa mengobati penyakit dan meramal. Pak Harjo yang tak punya anak ini, mengunjungi Kiai Daryatmo dengan mengajak remaja Soeharto, yang tekun menyimak perdebatan agama antara kedua orang tua tersebut.