Politik

Sejuta Sajadah, Sejuta Bibit Tanaman

Ibadah bulan Ramadhan
Ibadah bulan Ramadhan

Oleh: Akmal Nasery Basral, Sosiolog, Penulis

PERSIS satu pekan lalu--Rabu 30 Maret 2022--saya diundang menghadiri pengukuhan pengurus Forum Komunikasi Artis Minang Indonesia (Forkami) periode 2022-2025. Acara berlangsung di sebuah hotel di kawasan Jatibening, Bekasi, Jawa Barat.

Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah yang berhalangan hadir menugaskan Kepala Dinas Kebudayaan Syaifullah untuk melantik Ketua Umum Rifo Darma Saputra, SH, MM dan segenap jajaran pengurus.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Para seniman Minang termasuk profesi yang terdampak parah akibat pandemi panjang ini. Banyak yang hidupnya memprihatinkan. Saya ingin meningkatkan taraf kehidupan mereka selama masa kepengurusan saya,” ujar Rifo, 32 tahun, memberikan sambutan. “Saya juga juga ingin seniman Minang semakin lebih dikenal secara nasional dan internasional seperti Elly Kasim dan Tiar Ramon,” lanjutnya menyebutkan dua sosok legendaris yang sudah berpulang.

Saya baru kenal Rifo sejak awal Januari tahun ini melalui (Associate Professor) Dr. Ricardi Syamsuddin Adnan, mantan Direktur UI Press. Beliau bilang, “Ada anak muda Minang yang punya program membantu kampung halaman,” ujar sosiolog UI berdarah Solok, daerah yang terkenal dengan kualitas berasnya sehingga diabadikan dalam lagu Bareh Solok yang sohor itu. “Uda Akmal barangkali tertarik melihat program-programnya. Siapa tahu bisa memberikan masukan.”

Sebagai anak rantau 100%, saya merasa terhormat juga deg-degan. Sebab kampung halaman ibarat tirai kabut bagi saya. Antara ada dan tiada.

Meskipun saya mewarisi darah Minangkabau dari kedua orang tua, saya lahir dan besar di Jakarta. Sewaktu kecil, pulang kampung hanya di musim liburan sekolah selama beberapa hari. Itupun tak setiap tahun.

Mengancik dewasa dan masuk dunia kerja, terkadang ada juga urusan tugas ke Sumatra Barat. Biasanya ke ibu kota Padang atau Bukittinggi, tidak sampai ke kampung halaman ayah-ibu yang masih belasan-puluhan kilometer dari Kota Jam Gadang. Jadi, saya tak benar-benar punya ikatan emosional yang kental dengan ‘kampung halaman’ kecuali serpihan kenangan yang saya abadikan dalam novel Dayon. (MCL Publisher, 2021).

Kampung halaman saya adalah kawasan Kebon Baru, Tebet, tempat saya menghabiskan masa kanak-kanak dan remaja sampai lulus SMA. Setelah itu kuliah di Depok dan kos di sana—yang menjadi kampung halaman berikutnya.