Eddy Yusuf: Salah Satu Pemain Pembawa Thomas Cup Pertama ke Indonesia Ternyata Cucu Snouck Hurgronje
Apakah kita akan terus mengklaim diri sebagai orang asli Indonesia? Apakah kita juga akan terus nekad melihat keturunan asing adalah pembawa bencana bagi Indonesia?
Jawabnya, jelas Tidak. Sama sekali tidak. Orang Indonesia tidak ada yang asli. Mereka berdarah campuran layaknya makanan gado-gado. Ada keturunan China, Asia Belakang (Yunan), Arab, Kaukasia, Eropa, dan lainnya.
Dan kalau berani jujur, yang paling berhak mengklaim diri sebagai orang asli 'Nusantara' hanya pada manusia purba asal dusun Andong, Trinil, Jawa Tengah, yakni manusia yang disebut Phithecan Tropus Erecktus. Dan menurut para ahli mereka ini kemudioan terdesak hingga ke bahgian timur Indonesia sana, yakni negeri Papua. Jadi kalau orang Papua nekad, malah mereka bisa balik mengklaim diri sebagai pemilik asli kawasan Nusantara (Jawa/Indonesia). Ras di luar mereka justru adalah para pendatang atau 'kasarnya' orang kontrakan saja. Bukankah banyak orang yang juga tidak percaya Majapahit dan Sriwijaya adalah imperium. Majapahit malah ada yang sebut kerajaan yang didirikan oleh orang yang merupakan para keturunan bangsa Khmer belaka.
Nah, bila sekarang di layar televisi tengah melihat pertandingan perebutan Piala Thomar Cup di Thailand, harap jangan di lupa mereka yang pertama kali pembawa piala itu adalah para warganya keturunan, alias bukan asli. Tak hanya beretnis China di sana ada juga para keturunan atau 'sinyo' Belanda. Salah satunya adalah Fery Soneville yang keturunan Belanda itu.
Namun, fakta baru yang paling mengejutkan adalah salah satu 'pahlawan' pembawa ila Thomas Cup' pertama itu adalah pemain, yang juga disebut oleh Tan Joe Hok, sekaligus manajer tim bernama Edi Yusuf. Sekilas namanya berakses pribumi, yani 'hurang Sunda'. Tapi masih banyak yang tidak tahu akang Edy Yusuf adalah keturunan Belanda atau balasteran Belanda-Sunda.
Dan tak tangung-tanggung darah Edi Yusuf ternyata terkait langsung dengan Indonesiasianis Indonesia yang sangat terkenal era kolonial, yaitu Snouk Hurgronye. Yang paling mengejutkan sisilah Eddy Yusuf sebagai keturunan Sncouk Hurgronye diakui oleh mantan dosen Filsafat UGM: Achmad Charris Zubair, yang kini tinggal di kota Gedhe, Yogyakarta.
''Iya Edi Muslyadi pemain Thomas Cup itu memang cucu dari Snouck Hurgronye. Dia juga masih sedarah dengan saya, bahkan dengan anggota B{UPKI/PPKI dan tokoh umat Islam salah satu penanda tangan Piagam Jakarta, yakni Prof DR KH Kahar Muzakkir. Saya hubungan darah dengan Snouck dari pihak ibu dan juga dari pihak bapak saya,'' kata Achmad Charris Zubair.
Uniknya lagi pengakuan bila Kahar Muzakkir -- dan juga Edy Yusuf -- masih keturunan Snouck Hugronye dituliskan dalam buku legendaris soal keberadaan Muhammadiyah yang ditulis peneliti Jepang pada tahun 1970-an, Mitsuo Nakamura: Buan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin. Dalam salah satu bahasan di buku itu Nakamura menulis tentang Prof Kahar Mudzakir yang mengirim doa untuk Snouck Hutgronye dalam sebuah pertemuan keluarda di rumahnya di Kota Gede.
Charis mengatakan:"Di buku Mitsuo Nakamura 2017 "Bulan Sabit Terbit di atas Pohon Beringin" Penerbit Suara Muhammadiyah Yogyakarta hal 104 tertulis kesaksian Nakamura ketika Abdul Kahar Muzakkir dalam pertemuan keluarga Bani Mukmin 23 November 1970, memimpin doa untuk orang tua yang sudah wafat dan menyebut doa tersebut juga ditujukan untuk Snouck Hurgronye."
"Dari garis ayah, saya adalah keponakan tokoh besar Islam Indonesia dan Pahlawan Nasional Abdul Kahar Muzakkir. Beliau sepupu sekaligus adik ipar ayah saya. Dari garis ibu, saya adalah kemenakan (dari pernikahan kerabat) Snouck Hurgronye seorang yang dalam catatan sejarah adalah biang keladi penjajah Belanda untuk melemahkan Islam di Indonesia," tutur Charis. Dia mengunggah kisah ini di Facebook dan perbincangan di WA grup Paguyuban Penulis 'Satu Pena'.
Tulisan Nakamura soal Kahar Muzakkir mengirim doa itu ada bagian ini:
Uniknya unggahan Achmad Charris Zubair di media sosial dibaca oleh Prof Mitsoa Nakamura yang bermukim di Jepqng. Dia membalas tulisan itu. Dan bila dibaca tulisan itu bernada mengharukan karena seakan menjadi pertemuan dua 'anggota keluarga'. Nakamura membalas dengan memakai bahasa Inggris: