Tragedi Sepakbola dan Filosofi Bijak di Balik Politik Angka Korban di Kanjuruhan

Olahraga  

Hanya diktator Uni Sovyet, Joseph Stalin, seraya mengutip sebuah esai yang ditulis jurnalis satir Jerman, Kurt Tucholsky, pada tahun 1932, berkata,”Kematian satu orang adalah bencana. Jutaan kematian, itu adalah statistik!”

Kita bukan bangsa yang meremehkan jiwa manusia. Bukan pula kumpulan manusia yang gemar menisbikan angka. Dalam masyarakat kita, komunitas Jawa khususnya, bahkan ada tradisi untuk menghormati angka, paling tidak dalam penyebutannya. Kadang, ada pula penabuan tertentu pada angka karena situasi tertentu.

Misalnya, penyebutan 21 hingga 29 dalam Bahasa jawa tidaklah disebut “Rongpuluh siji”, “Rongpuluh loro”, dan seterusnya, melainkan “Selikur”, “Ronglikur”, dan seterusnya. Tahukah mengapa? Pilihan satuan “Likur” konon berasal dari singkatan “Linggih kursi” atau duduk di kursi, mengacu pada rata-rata pada usia itu manusia umumnya mendapatkan kedudukan, pekerjaan, atau profesi yang ditekuni.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Yang lain, dari angka 30 hingga 49, penamaan bilangan berlaku normal sesuai pola urutan, misalnya “Telung puluh”, “Patang puluh” dan seterusnya. Tetapi angka 50 lebih popular dengan sebutan “Seket”. Konon, kata itu diambil dari kalimat “Seneng kethuan” (suka memakai kethu, peci, kopiah), menandakan usia seseorang kian lanjut dan beranjak bijak.

Sementara, pada angka 60 pun ada penyimpangan dari penamaan normal. Angka 60 jarang dibilang “Nempuluh”, melainkan “Sewidak”. Itu konon dari “Sejatine wis wayahe tindak” atau sejatinya sudah sepantasnya ‘pergi’. Ini jelas peringatan bahwa pada usia itu seseorang sudah harus mempersiapkan diri untuk kembali ke hadlirat Ilahi.

Soal penabuan, kita bisa menunjuk contoh terang benderang. Pada 2019 lalu, manakala memberikan ucapan selamat ulang tahun ke-72 kepada Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri, Jokowi tidak mengucapkan angka 72. Ie mengucapkan selamat ulang tahun “ke-71 ditambah satu”.

“Saya sampaikan (selamat) ulang tahun yang ke-71 ditambah satu, dan semoga Allah selalu memberikan kesehatan kepada beliau, memberikan kebahagian kepada Ibu Megawati Soekarnoputri,” kata Jokowi di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Rabu, 23 Januari 2019.

Mengapa? Jokowi menghindari menyebut angka dua, dengan alasan menjelang Pilpres, di mana saat itu nomor urut capres saingannya, Prabowo Subianto, adalah 02.

Lalu, manakala kita begitu canggih bermain-main dan memberi makna tinggi kepada angka, tapi mengapa menentukan secara pasti berapa jiwa melayang dalam tragedi Stadion Kanjuruhan saja masih “acakaprut” begini?

Penulis: Darmawan Sepriyossa, Jurnals Senior Mantan Wartawan Republika.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image