Christiaan Snouck Hurgronje dan de Javu Kuah Beulangong
Oleh: Fahmi Mada, Penulis dan Jurnalis Aceh.
Pertengahan 1891, tatkala Christiaan Snouck Hurgronje menginjak kakinya di Aceh dalam "misi khusus" dari pemerintah kolonial Belanda untuk menelisik "benang merah" mengapa pejuang di ujung Pulau Sumatra tersebut sulit ditaklukkan.
Ia mengembara di kawasan Aceh Besar. Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa dirinya bukanlah musuh. Dalam pertemuan dengan masyarakat Snouck kerap disajikan "kuah beulangong". Mengapa Snouck bisa seakrab itu dengan warga lokal?
Meski berlatarbelakang Belanda, berkulit putih, ia memperkenalkan dirinya dengan nama "Abdul Gaffar." Nama yang sangat Islami. Setiap interaksinya selalu menyapa dengan ucapan salam yang fasih dan mengerjakan shalat dengan khusuk di depan publik.
Di kemudian hari, Snouck dalam bukunya "De Atjehers" melukiskan kuliner yang kini dinamai "kuah beulangong" tersebut merupakan salah satu "kekayaan" gastronomi masyarakat Aceh Besar.
Tak banyak refrensi untuk mengenal kuah beulangong, misal mulai kapan kuliner dikenal masyarakat setempat. Orang-orang selalu merujuk bahwa kuliner tersebut "warisan" dari zaman Sultan Iskandar Muda. Raja yang menorehkan tinta emas di Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607 - 1636.
"Kuah beulangong" secara harfiah bermakna: "Kuah" merupakan masakan gulai dengan bumbu kari. Sedangkan "Beulangong"adalah kuali besar yang berdiameter lebih satu meter, terbuat dari baja besi yang berwarna hitam yang kedalamannya mencapai lima puluh sentimeter.
"Kuah beulangong" umumnya gulai kari yang berbahan daging kambing atau sapi yang dipadu dengan nangka muda serta bumbu dapur dan dicampur kelapa kukus giling.
Mohammad Amin Usman, seorang insyiur mesin pesawat terbang menuturkan kuah beulangong sebenarnya memiliki karakter derivat dari "tandoori" masakan dari daratan India.
"Kuah beulangong saya duga asal usulnya dari Punjab. Aceh sebelum Islam datang, masyarakatnya memeluk Hindu. Jejak kultur Hindu sangat mengakar di Aceh. Di kampung ayah saya di Indrapuri, ada kuil Hindu yang kemudian menjelma menjadi masjid. Mirip-mirip kisah Hagia Sophia di Turki," ujar Amin saat kami bersua di workshopnya di Pondok Cabe, Tangsel, minggu lalu.