Kelakuan PKI: Menyimak percakapan Presiden Sukarno dengan Menag Saifuddin Zuhri
Oleh: Lukman Hakiem, Ketua Umum HMI Cabang Yogyakarta 1983-1984, penulis berbagai buku sejarah tokoh Muslim, dan mantan Anggota DPR.
Partai Konunis Indonesia (PKI), menurut Menteri Agama Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, senantiasa berlindung kepada Bung Karno, baik sebagai presiden maupun sebagai pribadi. Maka, siapapun yang menyerang Bung Karno ,(baik sebagai presiden maupun sebagai pribadi) PKi nimbrung balik menyerang.
Dengan itu, melalui tangan Bung Karno, PKI dapat menghancurkan musuh-musuhnya. Dalam hal ini Bung Karno tidak bisa terlalu disalahkan. Siapapun yang menjadi presiden, jika ia diserang secara bertubi-tubi, dan dalam situasi demikian,PKI yang ideologinya lebih jahat dari pihak oposisi, mudah saja berlaku bagsikan "musang berbulu ayam". Apalagi sejak semula orang-orang PKI tidak percaya perbuatan dosa, tidak mengenal halal-haram,vdan menganut falsafah "segala cara boleh ditempuh untuk mencapai tujuan."
SBII, HMI, HAMKA, dan Duta Nasyarakat
Di antara badan organisasi dan orang yang menurut PKI harus dihancurkan, selain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ialah Sarekat Buruh Islam Indonesia (SBII), dan HAMKA. Dengan sangat teratur, PKI melakukan kampanye demi membentuk opini umum bahwa HMi, SBII, adalah musuh Republik Indonesia. HAMKA pun diserang oleh koran-,koran komunis dengan dalih buku karangannya, Tenggelsmnya Kapal vn der Wijk itu plagiat. Padahal alasan sebenarnya, HAMKA adalah tokoh Masyumi.
Satu-satunya yang membela HAMKa adalah harian Duta Masyarakat, surat kabar yang menjadi terompet NU. Saifuddin Zuhri adalah pemimpin umum/pemimpin redaksi Duta Masyarakat, tapi saat membela HAMKA, Saifuddin sudah non aktif, karena kesibukannya sebagai menteri agama.
Pada suatu hari, Saifuddin Zuhri dipanggil oleh Presiden Sukarno untuk datang ke Istana Merdeka.
Sudah menjadi kebiasaan Presiden Sukarno sejak di Yogyakarta, tiap pagi antara pukul 07:00 - 09:00 menyelenggarakan koffie uurtje, sejenak minum kopi, bersama beberapa orang tamunya, baik yang datang dengan perjanjian maupun tanpa perjanjian. Biasa ya mereka berjumlah belasan orang dengan berbagai profesi. Ada menteri, duta besar, perwira tinggi, wartawan, pengusaha swasta, istri pejabat, seniman, dan lain-lain
Masing-masing tamu disuguhi setangkup roti bakar yang ditaburi gula dan sepotong telur dadar sebagai teman minum secangkir kopi hitam.
Setelah jumlah tamu berkurang, Saifuddin mendapat giliran bicara empat mata dengan Presiden Sukarno. Saifuddindipersilakan duduk di sebelah Presiden.
"Saya ingin bicara dengan Saudara. Biarlah ada Hasjim Ning. Tidak apa-apa," uden Sukarno membuka percakapan.
"Saya memveritahu Saudara selaku Menteri Agama bahwa saya akan membubarkan HMI," ujar Presiden Sukarno sambil menatap wajah Saifuddin dalam-dalam seakan hendak menguak isi kepala menterinya itu
Ucapan Presiden Sukarno itu dirasakan oleh Saifuddin bagai petir di siang bolong. Beberapa detik, Saifuddin terpana, seperti kehilangan keseimbangan mental.
"Mengapa HMI harus dibubarkan?," Saifuddin ingin tahu alasannya.
"Berbagai laporan masuk kepada saya bahwa di mana-mana HMI melakukan tindakan antireviolsi dan reaksioner," kata Presiden sambil lsgi-lagi menatap tajam wajah Saifuddin Zuhri.
"Kadar antirevilysi dan reaksioner ya, sampai di mana?," Saifuddin memberanikan diri menyelidik.
"yaaah..., misalnya selalu bersikap aneh, tukang kritik, bersikap liberal, seolah-olah hendak mengembalikan adst kebarst-baratan.
Sejenak Sifuddin membuat keseimbangan antara emosi dan pikiran sehat.