Kelakuan PKI: Menyimak percakapan Presiden Sukarno dengan Menag Saifuddin Zuhri

Sejarah  

Karena Presiden Sukarno memanggilnya untuk datang, itu artinya Presiden masih menghargai Saifuddin sebagai menterinya. Saifuddin merasa masih dihargai dan diperhitungkan. Kaldu tidak, bukankah presiden dapat saja membubarkan HMI tanpa perlu lebih dulu mempercakdpkan dengan Saifuddin Zuhri

"Ataukah kehadiranku justru untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa aku menyetujui pembubaran HMI," Saifuddin membatin.

"Apakah HMI sudah pernah Bapak panggil untuk dinasihsti?" tanya Saifuddin.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Secara umum dan terbuka sudah berulang-ulang aku ingatkan melalui pidato-pidatoku."

"Mohon dipertimbangkan lagi," Saifuddin Zuhri membuka diskusi. "HMI itu anak-anak muda. Saya akan memberi tak melihat hal-hal tidak beres di kansn-kiri kita,"Lha, HMI-HMI itu telah mempraktikkan anjuran Bapak. Apakah Bapak tidak bangga?"

Presiden menatap wajah Saifuddin dengan pandangan lunak, seolah memberi isyarat kepada Saifuddin Zuhri masih terbuka kesempatan untuk berdiskusi terus.

"Mereka itu para mahasiswa berbagai fakultas,"Saifuddin mengemukakan pertimbanganganya.

Mereka itu calon-calon insnyur, dokter, ekonom, sarjana hukum, dan lain-lain. Mereka itu kader-kader bangsa. Sudah jamdk ansk-anak muda berpikiran dinamis.

Dan jika gerakan itu arus air yang deras mengalir, harus fikanalusir, disalurkan, supaya menjadi tenaga kekuatan yang. Ermsnfaat. Kaldu HMI dibubarkan, mereka frustrasi,vdan kita rugi semua!" Saifuddin makin mantap memberinpertimbangan.

"Mereka kan anak-anak Masyumi. Tentu seperti bapak ya,tetap aja reaksioner!" Presiden Sukarno belum menyerah, tetapi semangatnya untuk membubarkan HMI tidak menggebu-gebu lagi.

"Pak Presiden, ketika masa jayanya Masyumi, mereka masih di SMP atau SMA. Kita jangan mengikuti falsafah: karena bapaknya berbuaty salah, anak-anaknya berdosa semua," Saifuddin merasa di atas angin.

Untuk beberapa saat, Presiden menghentikan percakapan. Dia memanggil ajudan untuk suatu keperluan. Buat Saifuddin, itu isyarat bahwa Presiden mulai kehilangan argumentasi. Kalau tidak, dan jika memang berada di atas angin, buat apa memanggil ajudan?

*Tugas pembantu presiden, menjaga agar presiden tidak berbuat berlebihan*

"Bagaimanapun HMI dan SBII akan saya bubarkan. Kalau HMI bubar, NU kan untung. PMII makin besar," kata Presiden.

"Soalnya bukan untung atau bukan untung. Sulit buat saya selagi masih menjadi Menteri Agama, ada organisasi Islam dibubarkan tanpa alasan kuat," Saifuddin memberanikan diri untuk mengemukakan kebenaran, walaupun pahit. Qulil haqqa walaubkasna murran.

"Yaah... Tidak saya sangka kalau Saudara membela HMI," ujar Presiden. Kali ini sambil pandangannya menerawang.

"Bukan membela HMI, Pak! Saya tidak ingin Presiden berbuat berlebihan. Itu termasuk tugas kami par pembantu Presiden," ujar Saifuddin makin mantap.

"Bukan berlebihan, tapi saya berbuat menurut gweeten saya, perasaan hati saya."

Sifuddin merenung sejenak, me ntukan sikap terakhir. "Kalau Bapak tetap hendak membubarkan HMI, artinya pertimbangan saya bertentangan dengan gweeten Bapak. Maka, tugasku sebsgsi pembantu Bapak, hanya sampai di sini," tegas Ssofuddin, bulat dan tawakkal.

"Oooh.... Jangan berkata begitu. Saya tetap memerlukan Saudara membantu saya." Presiden Sukarno berbicara sambil merrkdhkan senyum di bibirnya.Tangan Presiden diulurkan kepada Saifuddin. Refleks Saifuddin menjabat tangan. BungKarno.

"Baiklah, HMI tidak saya bubarkan, tetapi saya minta jaminan, HMI akan menjadi organisasi yang lrogresif. Kudu bersama Nasution, Roeslan Abdulgani, dan Sayarif Thayeb, harus .embimbing HMI."

Sampai masa-masa akhir jsbatan," tutur Saifuddin, "kamu empat orang yang ditunjuk Presiden menjadi pembimbing HMI, tidak pernah dipanggil untuk menerima tugas. Bahkan, kami si empat pembimbing tidak pernah bertemu dalam kasus HMI. Hanya pada suatu hari, K.H. Masykur dan SIfuddin Zuhri dipanggil untuk datang ke kantor Wakil perdana Menteri I, Dr. Soebandrio untuk dipertemukan dengan Dr. Soelastomo, dan Ismail Hasan Metareum (PB HMI), bersama Wartomo dan Agus Sudono (PB SBII).

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image