Sejarah

Perdagangan Wanita Dalam Sejarah Batavia. Kala Orang Cina Rindu Orang CIna

Macao Po, Lokalisasi pelacuran pertama di Batavia di depan stasiun Jakarta Kota.
Macao Po, Lokalisasi pelacuran pertama di Batavia di depan stasiun Jakarta Kota.

Dalam Kai Ba Lidai Shiji (开吧历代史记), atau sejarah Batavia yang ditulis seorang penulis Tionghoa, ada cerita menarik tentang kerinduan orang Tionghoa terhadap perempuan dari tanah leluhur.

Sebagai latar belakang, orang Cina yang datang ke Batavia sejak 1619 tidak membawa istri, saudara perempuan, atau perempuan dari tempat kelahiran. Selama lebih 70 tahun mereka tidak pernah tahu seperti apa perempuan Cina.

Mereka yang memiliki uang cukup membeli budak Bali di pasar budak, letaknya saat ini di depan Toko Merah, dijadikan 'njai' atau dinikahkan secara resmi menurut tradisi Cina. Mereka yang tak punya uang terpaksa 'ngelaba' ke kampung-kampung dan menikahi perempuan pribumi berlatar-belakang Islam nominal.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Semua itu tidak membuat kerinduan mereka akan perempuan dari tanah leluhur hilang begitu saja. Ada upaya mendapatkan perempuan dari Cina daratan, tapi Dinasti Qing mengeluarkan dekrit yang melarang orang Cina keluar dan yang telah keluar tidak boleh kembali.

Suatu hari di tahun 1699 tersiar kabar akan datangnya Wang Jie (王界), konsul Dinasti Ming untuk Nanyang -- sebutan untuk Asia Tenggara dalam geopolitik Cina -- ke Batavia. Wang Jie akan ditemani istrinya, yang diketahui bermarga Zheng (鄭氏).