Tarikat Syatariyah, Makkah, dan Air Zamzam: Semangat Jihad Pangeran Diponegoro
Tak bisa dibantah memang ajaran Islam begitu melekat di kalangan punggawa kraton Mataram. Apalagi semenjak didirikan para bangsawan dan para raja kerajaan tersebut menjadikan pesantren sebagai sumber utama pendidikan mereka.
Raja Paku Buwono IV misalnya adalah raja yang ulama. Bukan hanya rutin menjadi pemberi khotbah Jumat di masjid kraton, Paku Buwono IV malah setiap harinya selalu mengenakan gamis seperti yang sering dipakai para haji atau ulama.
Sedangkan salah satu pangeran yang secara khusus menyatakan diri ingin naik haji adalah Pemimpin Perang Jawa: Pangeran Diponegoro. Bahkan, 'pangeran santri' ini tak hanya ingin pergi berhaji ke Makkah, dia juga ingin tinggal menetap di tanah suci serta mengakhiri hidupnya di sana.
Sejararawan Inggris yang menuis dan meneliti tentang sosok Pangeran Diponegoro, Peter Carey, dalam bukunya ‘Kuasa Ramalan Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855’ menyataan keinginan untuk naik haji itu maulai dinyatakan Diponegoro pada masa akhir perang Jawa, yakni di akhir tahun 1829.
‘’Niat (Pangeran Diponegoro) untuk naik haji muncul pada episode akhir perang Jawa. Ia sepertinya merencanakan ‘purnawira (pensiun dari dunia militer,red) dengan cara tinggal di Makkah,’’ tulis Peter Carey.