Oey Kiat Tjin dan Nasib Tragis Kapitein der Chinezen Tangerang Terakhir

Sejarah  

Kapten Terlupa, Makam Teraniaya

Makam Oey Kiat Tjin.
Makam Oey Kiat Tjin.

Jawaban atas pertanyaan mengapa Oey Kiat Tjin diangkat sebagai kapten tahun 1928 merujuk pada perubahan kebijakan pemerintah Hindia-Belanda. Desember 1927, dalam rapat di Gedung Dewan Tionghoa Batavia, diputuskan untuk menghidupkan kembali sistem perwira tradisional Tionghoa.

Oey Kiat Tjin diperkirakan diangkat menjadi kapiten der Chinezen Tangerang beberapa bulan setelah keputusan itu dibuat. Bersamaan dengan itu, di sejumlah tempat di Batavia dan Ommelanden, kapten-kapten dan letnan bermunculan lagi. Salah satunya kapten der Chinezen Pasar Baru, Weltevreden.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sebagai kapten, Oey Kiat Tjin berkuasa sangat singkat, yaitu enam tahun. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan dalam enam tahun itu. Yang pasti, perdebatan tentang sistem perwira terus berlanjut. Di sisi lain, masyarakat Tionghoa Tangerang relatif telah berubah setelah sepuluh tahun hidup tanpa kapten.

Setelah Oey Kiat Tjin meninggal, posisi kapten der Chinezen dibiarkan kosong. Pemerintah Hindia-Belanda tidak mengangkat salah satu anak Oey Kiat Tjin yang menjadi pewaris kekayaan sebagai penggantinya, atau memilih kapten baru di antara para letnan senior.

Tidak ada literatur yang menjelaskan situasi ini. Satu-satunya kemungkinan adalah berkaitan dengan rencana pemerintah Hindia-Belanda membeli kembali tanah-tanah partikelir sekujur Tangerang, yang dipastikan menghapus status landheer (tuan tanah) -- sesuatu yang biasa disandang kapten atau letnan Tionghoa di mana pun.

Dua tahun setelah Oey Kiat Tjin meninggal, pemerintah Hindia Belanda membeli tanah partikelir Karawaci dan menjadikannya staadlanden atau tanah negara. Enam anak Oey Kiat Tjin, tiga laki-laki dan tiga perempuan, hanya memiliki Grendeng, Cilongok Pasar Kemis, dan Gandu.

Kemungkinan lain, komunitas Tionghoa Tangerang -- setelah sepuluh tahun tanpa kepemimpinan tradisional orang terkaya -- terlanjur tak butuh lagi kapten. Ketika sistem perwira dihidupan kembali, dan kapten baru muncul lagi, Tionghoa Tangerang relatif mengabaikan.

Tangerang saat itu, telah berubah, dengan semua etnis bergerak mengikuti isu yang dikembangkan kaum pribumi, yaitu nasionalisme. Seperti wilayah lain di Pulau Jawa, organisasi-organisasi kebangsaan hadir dan mewacanakan melawan kolonialisme.

Dalam situasi ini, Oey Kiat Tjin menjadi sosok terlupa dan makamnya yang relatif indah dan mahal teraniaya.

Penulis: Teguh Setiawan, mantan jurnalis Republika

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image