Mengenang Kekejaman Pemberontakan PKI Madiun di Akhir September 1948
Oleh: Andy Ryansyah, Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Ksisah pemberontakan PKI Madiun yang berlangsung pada 18 September 1948 terus membelakas diingatan. Apalagi bagi Muslin Indonesia sampai sekarang terus bertanya apa yang terjadi saat itu? Mengapa pesantren dan ulama diserbu dan dibantai serta kemudian jasadanya di masukan ke dalan lobang sumur di tengah kebun tebu?
Seorang antropolog Amerika, Robert Jay, yang mulai tahun 1953, turun ke Jawa Tengah menggambarkan kekejaman PKI. “Mereka menggunakan kekuatan mereka untuk melenyapkan bukan saja para pejabat pemerintah pusat, tapi juga penduduk biasa yang merasa dendam. Mereka itu terutama ulama-ulama tradisionalis, santri dan lain-lain yang dikenal karena kesalihan mereka kepada Islam. Mereka ini ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang, kadang-kadang ketiga-tiganya sekaligus. Masjid dan madrasah dibakar, rumah-rumah pemeluknya dirampok dan dirusak.”
Seorang narasumbernya bercerita kepada Robert Jay, “Soalnya begini Mas. Kami mulai mendengar kabar itu dari Madiun. Ulama-ulama dan santri-santri mereka dikunci di dalam madrasah, lalu madrasah-madrasah itu dibakar. Mereka itu tidak berbuat apa-apa, orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang baik. Hanya karena mereka itu muslim saja. Orang dibawa ke alun-alun kota, di depan masjid, kemudian kepala mereka dipancung. Parit-parit di sepanjang jalan itu digenangi darah setinggi tiga sentimeter, Mas.”
Di Madiun, Sin Po menulis laporan dari saksi mata. Sesudah perebutan kekuasaan menyusul tindakan pembersihan,
“Semoea pemimpin Masjoemi dan PNI ditangkep atawa diboenoeh dengan tida dipreksa poela. Kekedjaman di Kota Madiun djadi memoentjak, koetika barisan ‘warok’ ponorogo masoek kota dengen bersendjata revolver dan klewang. Di mana ada terdapat orang-orang Masjoemi, PNI atawa jang ditjoerigakan, zonder banjak tjingtjong lagi lantas ditembak. Belon poeas dengan ini tjara, korban itoe laloe disamperi dan klwangnja dikasi bekerdja oentoek pisahken kepalanja sang korban dari toeboehnja. Kedjadian atawa pemboenoehan stjara ini dilakoekan di berbagai bagian dari kota dan sakiternja, hingga dalam tempo beberapa hari sadja darah manoesia telah membandjiri kota Madioen. Soenggoe keadahan sangat mengerihkan teroetama djika orang melihat dengen mata sendiri, orang-orang jang diboenoeh pating gletak di sepandjang djalan sampe bebrapa hari tida ada jang mengangkat.”
Sin Po 1 Oktober 1948, memberitakan, ” pembrontakan communist itoe ditoedjoekan kerna kaoem FDR-PKI merasa tida soeka pada Masjoemi dan banjak sekali orang-orang jang Masjoemi di daerah jang didoedoekin oleh communist telah diboenoe dengen kekedjaman.”
Di Madiun, Sin Po menulis laporan dari saksi mata. Sesudah perebutan kekuasaan menyusul tindakan pembersihan,