Budaya

Jejak Pejorasi Gatolotjo Dalam Mengolok Ajaran Kaum Muslim di Jawa

Kitab Suluk Gatolotjo yang dibeli dari kios buku bekas Alun-Alun Utara Kraton Pakubowo, Surakarta.
Kitab Suluk Gatolotjo yang dibeli dari kios buku bekas Alun-Alun Utara Kraton Pakubowo, Surakarta.

Pernyataan nyinyir kaum Muslim dan ajaran Islam di Jawa sudah terjadi semenjak ekasisnya agama ini. Banyaknya candi yang roboh dan cerita konversi iman raja dan kamonitas masyarakat kala itu banyak tersebar. jejaknya pun banyak terlihat misalnya adanya bekas bangunan candi dengan menyisakan gambar matahari (ciri candi era Majapahit) terdapat di banyak masjid dan pesantren tua. Bahkan sisa lingga dan yoni masih banyak ditemukan.

Namun, peyorasi terhadap ajaran Islam itu tampaknya mulai marak kemunculannya semenjak usai Perang Diponegoro. Patut diduga kuat ini proyek kolonial untuk 'mereduksi' ajaran agama Isam dalam batin orang Jawa. Ini karena bagi kolonial ajaran agama Islam adalah ancaman. Apalagi umat Islam kala itu melakulan politik 'uzlah' atau tak mau kompromi dengan pemerintah kolonial Belanda.

Usaha peyorisasi ajaran Islam salah satu tampak pada diterbitkannya 'Sulul Gatoloco' yang kemungkinannya baru terbit pada akhir abad ke-19 atau awal dekadde abad 20. Penerbitnya adalah sebuah percetakan di Kediri.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dan serat atau lebih tepatnya ‘Suluk Gatoloco’ memang sangat terkenal dalam masyarakat Jawa. Serat ini dikenal karena sisinya yang ‘nyinyir’ terhadap Islam dan banyak isi di dalamnya yang bersikap pejoratif terhadap ajaran dan orang Islam. Termasuk di antaranya juga adanya persepsi ketidaksukaannya terjadap sosok santri dan Makkah.

Para penelitii belum sepakat mengenai kapan serat ini dibuat. Ada yang mengatakan sekitar dekade tahun 1860-an ada yang mengatakan lebih muda lagi.

Ada juga pihak yang mengatakan serat ini dibuat dan disebarkan atas sepengetahuan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang saat itu memang terus mengawasi keberadaan para haji dan umat Islam dengan sangat ketat.

Mereka kala itu sangat trauma setelah terjadi perang besar di Jawa, yakni Perang Diponegoro (1825-1830).

Serat Gatoloco ini pernah semarak jadi perbincangan hingga massa pertengahan 1960-an. Serat ini makin seru diperdebatkan pada masa-masa ‘perang ideologi ‘politik antara sayap komunis dan sayap Islam di Indonesia kala itu. Akhirnya, serat ini setelah terjadinya pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru’ secara diam-diam dilarang atau diawasi peredarannya.

Namun setelah periode zaman reformasi serat ini menjadi mudah didapatkan. Serat ini misalnya sangat mudah dibeli pada kios buku yang ada tak jauh jauh dari Alun Alun Utara Kraton Surakarta.

Serat ini didapat sudah dalam bentuk stensilan atau copy-an baru. Tak hanya itu serat sejenis lain seperti Darmagandul pun bisa di dapatkan di sana bersama buku-buku klasik lainnya yang terkait budaya Jawa. Kios buku itu bagi yang suka baca memang sangat mengasyikan.