Politik

DPD-RI dari PRRi hingga Reformasi: Ke Mana Nasib Otonomi Daerah dan Virus Negara Federal?

Ahmad Yani (kiri) sewaktu pimpin operasi hadapi konflik PRRI-Permesta tahun 1958.
Ahmad Yani (kiri) sewaktu pimpin operasi hadapi konflik PRRI-Permesta tahun 1958.

Oleh Lukman Hakiem, Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPRRI dan Mantan Staaf Ahli Wapres Hamzah Haz

ERA Reformasi sejatinya adalah era kemenangan daerah. Dengan adanya reformasi konstitusi melalui perubahan UuD 1945, daerah telah memiliki perwakilan (refresentasi) di tingkat nasional, yaitu Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang hadir untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional serta memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Menurut Dr. Laode Ida (2011: 123), gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dalam arena politik nasional serta mengambil keputusan politik bangsa, terutama dalam hal yang berkaitan dengan daerah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Intinya, DPD RI diproyeksikan kehadiran tugas dan fungsinya untuk mengawal implementasi otonomi daerah. Semua legislasi yang mengatur sumber daya alam dan daerah diharapkan berpihak kepada kepentingan rakyat di daerah. Dengan kehadiran DPD RI, diharapkan juga otonomi daerah berjalan efektif. Daerah tidak lagi menjadi sapi perah raksasa multinasional yang menguasai ekonomi dunia dan ekonomi Tanah Air kita sendiri yang kapitalistik, pasar bebas, dan penghisapan.

Berita Terkait

Image

Perubahan Model Pemilihan Pimpinan DPD Akan Berubah dari Sistem Wilayah ke Paket?