Mengenang Munir: Kamu di Mana Cak?

Sejarah  

Pada suatu hari Munir datang ke kantor Redaksi media saya. Dia kritik keras tulisan saya karena memuat omongan dia dalam percakapan non formal menjadi berita.

’’Masa pernyataan saya yang omong-omong jadi kamu tulis jadi berita. Wah gawat kalau begitu,’’ kata dia terkekeh-kekeh. Tapi dia hanya mengeluh saja. Tidak ada protes resmi soal tulisan itu. Munir cuek. Dan setelah beberapa lama dia tiada, omongannya itu ternyata benar adanya.

Rasa prihatin saya akan nasib Munir terus dipacu ketika Usman Hamid dan sang isteri Munir, (Mbak Suci), melakukan pengusutan ke Belanda. Hampir tiap hari kami hubungi Usman Hamid kami telepon dari Jakarta untuk meminta perkembangan pengusutan kasus kematian Cak Munir. Dan hasilnya sampai kini tetap tak jelas. Sosok kematian Munir terus menjadi tragedi yang tak tertuntaskan. Berbagai tanda tanya terus menggantung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Akhirnya, di akhir tahun 2023 saya kembali bisa menginjak di kota kelahiran Cak Munir di Malang. Saya pengin beli kaos bergambar dia yang dijual museumnya. Tapi sayang kata si penjaga waktu sudah terlalu malam. “Museum sudah tutup!”

Mendengar itu, di depan pintu Museum Munir, pandang mata saya nanar kembali. Seperti kelam dan gelap malam, sosok Munir ada berdiri di depan saya. Di situlah saya yakin Munir akan terus membayangi bangsa ini yang terus mencari tahu seperti apa penegakkan HAM di Indonesia.

Pada malam di museum itu, wajah Munir, Usman Hamid, Mbak Suci dan putra-putrinya menghiasai pelupuk mata dan mata batin saya.

Cak Munir kamu di mana, kenapa, lagi apa sekarang ?

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image