Denny JA: Pemilu Curang, Efek Bansos Hingga Hak Angket

Oleh: Dr Denny JA, Pengampu Lembaga Survei LSI dan Pengamat Politik
Begitu hebohnya isu pemilu curang itu bergema di berbagai tempat di tanah air. Survei LSI (Feb, 2024) merekam opini publik. Sebesar 31,4% publik percaya pemilu ini curang. Namun ada sekitar 60,5% yang mengatakan pemilu ini tidak curang.
Masih jauh lebih banyak yang merasa pemilu 2024 tidak curang. Perbandingannya, dari tiga warga, dua menyatakan pemilu tidak curang, satu menyatakan pemilu curang.
Yang penting juga dipahami, meluasnya isu pemiu curang tak hanya terjadi di negara yang sedang dalam tahap “Transisi ke Demokrasi” seperti Indonesia. Isu pemilu curang juga terjadi dalam opini publik di negara yantg demokrasinya sudah terkondolidasi seperti di Amerika Serikat.
Donald Trump ketika ia kalah dalam pilpres 2020, keras sekali ia meyakinkan publik: “Saya menang. Tapi Joe Biden telah mencuri pemilu. Saya dikalahkan oleh pemilu yang curang.”
Trump mengatakan itu berulang-ulang. Akhirnya dalam survei di Amerika Serikat, bahkan tiga tahun setelah pemilu, sepertiga penduduk Amerika Serikat juga meyakini pemilu berlangsung dengan curang.
Hal ini diberitakan antara lain oleh NBC 20 Januari 2023: “Almost a third of Americans still believe the 2020 election result was fraudulent.”
Halaman 2 / 4
Opini bisa terbentuk berbeda dengan fakta hukum sebenarnya. Karena di pengadilan, seperti di Mahkamah Konstitusi, tak terbukti pemilu curang itu terjadi yang bisa mengubah hasil.
Ini hukum besinya. Jika seputar pemilu di sebuah negara, terbentuk polarisasi politik yang begitu tajam, dan pemimpin yang kalah mengagitasi pendukungnya bahwa pemilu itu curang, apalagi dengan menggunakan influencers, pasti akan terbentuk opini di sebagian masyarakat bahwa pemilu memang curang.
Opini bukan fakta. Dan politik memang soal opini dan persepsi.
Untuk kasus Indonesia, bahkan sejak Pilpres 2024, pihak yang kalah pilpres selalu menyatakan pilpres berlangsung dengan curang. Tak ada pilpres di Indonesia sejak 2004, tanpa isu pemilu curang.
Namun ketika datang era pembuktian curang di pengadilan, di Mahkamah Konstitusi, pihak yang menuduh curang gagal membuktikannya.
Sejak Pilpres 2004, walau hasil KPU selalu digugat, hasil KPU itu pula yang dikokohkah kembali oleh Mahkamah Konstitusi.
Kita sudah mempunyai jadwalnya. Paling telat tanggal 20 Maret 2024, KPU akan mengumumkan hasil perhitungan pilpres 2024. Prabowo- Gibran akan diumumkan menang satu putaran, di angka sekitar 58%.
Mengapa saya tahu hasil akhir KPU? Pengalaman saya sendiri sudah lima kali ikut intens dalam pilpres, hasil KPU tak akan beda dengan hasil Quick Count LSI Denny JA. Selisihnya paling jauh hanya 0,5 %- 1 % saja.
Yang kalah hampir pasti kembali menggugat hasil KPU ke MK. Begitulah tradisi politik Indonesia sejak era reformasi. Tapi di MK, yang mengklaim curang itu gagal membuktikannya.
Sederhana saja alasannya. Hasil KPU nanti bahwa Prabowo menang satu putaran hanya bisa dibatalkan oleh keajaiban. Mengapa? HANYA jika pihak yang menggugat dapat membawa bukti yang tak terbantahkan sebanyak sekitar 13 juta- 20 juta suara coblosan suara ke Prabowo- Gibran yang salah.

Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook