Agama

Pelajaran Akhlak dari Bocah Bukhara Ketika Iktikaf di Atap Masjid Nabawi

Iftar di Masjid Nabawi pada Ramadhan 2024. (foto: haramainsharifain.com)
Iftar di Masjid Nabawi pada Ramadhan 2024. (foto: haramainsharifain.com)

Oleh: Dr Ari Yusuf Amir, Pengacara Senior dan Pembina Yayasan LBH Yusuf.

SORE itu, saya beritikaf di atap Masjid Nabawi, sambil menanti takjil. Suasananya ramai tapi khusyu’. Sedikit pun tak terasa situasi “takjil war” di sini, meskipun makin banyak jamaah yang menanti berbuka seraya merapal doa. Setiap jamaah telah mendapat jatah makanan pembuka. Semuanya gratis.

Persis di sebelah saya, duduk seorang bocah berkisar umur 12-an tahun. Tubuhnya tampak sehat dan tegap. Dengan rambut lurus yang disisir samping dengan rapi, wajahnya yang putih-bersih terlihat segar, dengan pipi bersemu merah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tampaknya ia berasal dari Tajikistan atau Kazakhstan — atau negara pecahan Uni Soviet lainnya yang sedang dilanda konflik. Atau mungkin juga ia dari Bukhara, sekampung dengan Imam Bukhari, perawi hadis dari negeri yang kini menjadi kota di Uzbekistan itu.

Dengan kesungguhan orang dewasa, ia terlihat khusyu’ membaca Al-Quran. Ia juga menyambut dan meladeni dengan riang para jamaah yang berbagi makanan. Memang, di Masjid Nabawi yang megah dan syahdu itu, para jamaah selalu berupaya untuk berbagi makanan kepada jamaah lainnya demi mengharap berkah dari keutamaan berbagi.

Ia mengumpulkan makanan yang didapatnya dengan wajah bahagia. Ia lalu kembali khusyu’ melanjutkan membaca Al-Quran. Ia tidak memilih bermain HP seperti kebanyakan anak seusianya. Atau mungkin juga ia memang tak memiliki HP karena keterbatasannya.