Soal Kaki Lima (K-5): Belanda Memang Tak Bangun Peradaban di Batavia, Tapi Prancis

Sejarah  

Di Singapura, seratus tahun setelah Raffles membangun habitat berang-berang menjadi kota, pedagang di jalur lima kaki bikin masalah. Munculah upaya penertiban, yang direspons keras oleh pedagang dengan perlawanan hebat.

Maklum, Singapura saat itu telah menjadi kota migran etnis Hakka dari daratan Cina. Mereka adalah pekerja keras dan berwatak keras. Mereka yang meminggirkan Melayu.

Koran-koran Melayu menuliskan peristiwa ini dengan sangat bagus. Dari sinilah muncul istilah Kaki Lima, terjemahan keliru yang menjadi benar dari five foot way trader. Koran-koran berbahasa Melayu di Batavia dan kota-kota di Nusantara mengambil istilah itu begitu saja istilah Kaki Lima.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Salah kaprah nggak ketulungan adalah ketika menyebut pedagang di trotoir sebagai pedagang kaki lima. Sebab, mereka tidak berada di jalur lima kai atau five foot way.

Itulah sebabnya Allison J Murray, antropolog Australia yang menulis pedagang jalanan Jakarta, tidak menggunakan istilah five foot trader, tapi street trader.

Dah begitu aja soal kaki lima. Saya ingin menyampaikan pedagang kaki lima itu bukan sejarah kemarin sore, tapi membentang jauh ke belakang, ke masa kolonialisme.

*** Penulis: Teguh Setiawan, mantan jurnalis Republika.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image