Budaya

Jawa dan Imajinasi Kekuasaan Jawa Masa kini

Sinuhun Paku Buwono X hendak menziarahi kubur Sayyid Alaydrus Luar Batang di Batavia, Februari 1937.
Sinuhun Paku Buwono X hendak menziarahi kubur Sayyid Alaydrus Luar Batang di Batavia, Februari 1937.

Mengapa orang Jawa lebih suka kisah Mahabarata dari pada Ramayana? Pertanyaan ini sudah lama dirasakan, utamanya ketika melihat pertunjukan wayang yang kini lagi hits, Ki Seno Nugroho dari Yogyakarta. Dalang kontemporer lulusan ISI Yogyakarta ini mampu membuat pertunjukan wayang terasa moderen alias ‘gak jadul’. Ribuan orang selaku menyesaki pagelarannya sedangkan ribuan orang lain dari berbagai tempat dari dalam dan luar negeri menontonnya melalui tayangan streaming di internet.

Jadwal mangung dalang ini pun sangat padat. Kata teman saya di Yogyakarta, hampir sebulan tak ada malam yang lowong atas pertunjukannya. “Bahkan dalam sebulan dia bisa pentas 36 kali,’’ katanya berseloroh.

Dari semua lakon yang dimainkan Ki Seno hampir semuanya lakon berindung kepada kisah Maharabata yang induknya berasal dari tanah India. Cerita dari epos Ramayana sangat jarang dimainkan. Lakon bertema ini sempat saya tonton dahulu sekitar tahun awal tahun 1998 lewat pertunjukan Ki Manteb Sudarsono kala mentas di Taman Mini Indonesia Indah. Lakonnya kala itu ‘Rama Tambak’ yang bercerita tentang bala tentara kera Rama Wijaya yang berusaha membendung lauatan untuk membuat pulau buatan sebagai cara agar bisa sampai ke kerajaannya Rahwana. Kerajaan Rama, Ayodya, di kisahkan lokasinya berada di daratan Benua Asia, sedangkan Kerajaan Rahwama, Alengka, berada terpisah laut, yakni di Sri Lanka.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dan ketika soal ‘kesukaan’ orang Jawa kepada Mahabarata ditanyakan kepada pengamat sosial Fachri Ali dia menjawabnya tak tahu persis alasannya. Namun dia menjawab pendek epos Mahabarata sangat berpengaruh pada imajinasi orang dan kekuasaan Jawa.’’Langgam atau corak kekuasaanya memang dari sana,’’ ujarnya.