Anies Baswedan, Toponimi Jakarta Barat, dan Buku Kisah Nama Tempat Tanpa Konon Katanya

Sejarah  

Tanah Partikelir dan Sejarah Nama

Buku dimulai dengan cerita tentang Cengkareng, sebuah wilayah bekas tanah partikelir (particuliere landerijen) era VOC dan Hindia Belanda, yang kini menjadi nama kecamatan dan dua kelurahan; Cengkareng Barat dan Cengkareng Timur.

Alasan menempatkan Cengkareng sebagai pembuka cukup jelas. Penggagas buku ini orang Cengkareng, dan dua penulisnya juga orang Cengkareng tapi beda kampung.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Penulis menggunakan arsip VOC dan Hindia Belanda, terutama catatan tanah-tanah parikelir yang muncul secara berkala, peta koleksi F de Haan, dan statistik kependudukan di wilayah tembok luar Batavia, atau Ommelanden.

Yang juga tak kalah penting adalah catatan Andreis Teissier, salah satu tuan tanah di Ommelandan, raja gula pertama di Pulau Jawa, dan pengelana. Teissier yang kali pertama menyebut Tjengkaring, yang membuka peluang penulis untuk menelusur lebih jauh tentang nama itu.

Tjengkaring adalah nama yang muncul akibat kesalahan penulisan kata Tjangkring, sebuah pohoh semak berduri yang punya nama ilmiah Erythrina collarodendron. Menggunakan teori toponimi dan tradisi orang-orang Belanda memberi nama wilayah, buku ini bercerita bagaimana nama Tjengkareng lahir, tercatat dalam arsip Belanda, dan diwariskan ke penduduk. Catatan-catatan berkala VOC dan Hindia Belanda digunakan untuk memperlihatkan bagaimana nama Tjengkareng berevolusi.

Evolusi bisa disebabkan dua hal; kesalahan penulisan, serta kesalahan penyebutan. Kasus Cengkareng mungkin menarik, bagaimana evolusi itu terjadi sejak wilayah itu menjadi tanah partikelir di abad ke-17 dan berakhir tahun 1930-an, atau ketika pemerintah Belanda membeli kembali tanah wilayah Cengkareng.

Sebagian besar tanah partikelir di Ommelanden, atau kawasan luar tembok kota, punya sejarah penamaan yang sama. Ketika tidak ada penduduk di tanah yang dipetakan, juru ukur (landmeeter) akan memberi nama berdasarkan tanaman yang mendominasi atau karakteristik yang menonjol.

Dari sini lahir nama Kapuk, Kembangan, Duri Kosambi, Grogol, Kemanggisan, Kebon Jeruk, dan masih banyak lagi. Namun, tidak seluruh nama nama kampung yang kini menjadi kelurahan adalah eks tanah partikelir.

Beberapa kampung berada di dalam tanah parikerlir. Kampung itu dibentuk ketika landheer, tuan tanah, mendatangkan penduduk dari luar Ommelanden untuk mengubah tanah miliknya menjadi perkebuhan atau persawahan. Duri Kepa, Kedoya, dan Pegadungan, adalah nama-nama kampung di dalam tanah partikerlir. Namun, penamaan kampung-kampung itu tetap mengacu pada topografi wilayah.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image