Mencari Warisan Islam Dalam Musik: Dari Ibu Sina, Al Faraby, Hingga Cat Steven

Agama  

Ajaran Islam memang sangat mengkhawatirkan keadaan ketidaksadaran yang berlebihan (ektase), karena di sanalah ‘rumah setan’ yang sebenarnya. Celakanya, situasi ini seringkali muncul pada diri seseorang akibat mendengarkan musik.

Al Ghazali pun sangat gelisah ketika menyadari hal ini. Dia mengaku betapa musik mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi jiwa seseorang. Akibatnya, kemudian kaum sufi mengambil inisiatif mempergunakan musik sebagai media untuk membebaskan diri dari kerutinan kegiatan spiritual sehari-hari. Cara ini dianggap ampuh untuk mengalihkan pengaruh buruk musik hingg menjadi sebuah cara untuk mencari ‘jalan’ untuk bertemu Sang Khalik.

Memang Al Ghazali kadang dianggap ‘puritan’ karena tak suka gemerlap dunia. Tapi pada sisi lain dia ternyata seorang teoritis musik yang tangguh. Dalam bukuny yang diterjemahkan Barat menjadi ‘Music and Ectase’ dia mengupas bahwa musik itu punya potensi besar, sehingga sebanding dengan pengaruh Alquran itu sendiri.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Begitu pula dengan musikan masa kini Cat Steven yang kini menganti nama menjadi Yusuf Islam. Dia pun mengakui betapa musik mempunyai pengaruh dahsyat bagi pendengarnya. Katanya, ’’Awalnya, bila mendengar musik, maka kaki mulai bergoyang. Setelah itu, kemudian getarannya merambat ke seluruh badan. Kalau begitu apakah saat itu akal dan hati akan berfungsi?’’

Dalam hikayat klasik peninggalan masa kekhalifahan Islam, Seribu Satu Malam, tergambarkan betapa besar pengaruh musik dalam peradaban. Bagi banyak orang saat itu musik dianggap layaknya daging dan obat bagi kehidupan. Dan dari sinilah kemudian terlacak pengaruh musik peninggalan peradaban Islam yang ternyata pengaruhnya sedemikian luas, membentang dari wilayah Samarkand hingga kawasan Samudera Atlantik.

Nama teoritis besar yang paling awal harus dicatat adalah Ibnu Misjah (704-714 M). Dia memasukan sebuah aliran musik yang diberi nama 'iqa' (rythym, bhs Inggris). Selain itu dia berjasa besar untuk menyambung kembali peninggalan teori musik peninggalan Yunani, seperti teori skala peninggalan Phytagoras. Teori ini oleh Misjah kemudian disunting dengan elemen-elemen musik Persia dan Byzantium.

Namun setelah ‘dibangkitkan’, teori Phytagoras it terus mengalami perbaikan. Pembaharuan awal dilakuan oleh Al-Mausili (meninggal tahun 850 M). Teori dia terus bertahan sampai meninggalnya seniman termashur yang lain, yakni Al- Isfahani, pada tahun 957 M. Setelah itu timbul skala musik baru, yakni teori Zalzalian dan Khurasian. Teori baru ini sangatlah membantu untuk mengenali kembali sistem lama dari teori musik peninggalan Yunani, seperti teori dari Aristoteles, Ptolemus, Aristemus, Euclid, serta Nimomachus.

Jejak teori itu kemudian berbekas pada karya musik Al-Kindi (tahun 874 M), Al Isfahani dan Ikhwan Al-Safa (tahun 1000 M). Imbasnya, setelah paruh abad ke-10 M itulah sistem musik Arab, Persia, dan Byzantium menjadi berbeda. Untuk selanjutnya, yakni mulai ada ke-11, ide-ide musik dari Khurasnian tercampur menjadi satu.

Bapak ilmu sosiologi, Ibnu Khaldun, ternyata juga turut memberi andil dalam pengembangan musik. Dia juga giat memberikan ide baru pada pengukuran 'iqa'. Dia menyemangati para vokalis musik dengan mengatakan pelantun lagu adalah mata air utama sajian musik.

Dan sumbangan dunia Islam terhadap sajian musik dapat dilacak dari pengenalan dan penyempurnaan beberapa alat musik akustik. Hal ini terdapat pada beberapa alat musik seperti drum, flute, dan penyempurnaan sistem hidrolik pada organ.

Siapakah para pelakunya? Jawabnya, beberapa kreatornya ternyata para ilmuwan Islam legendaris. Peletak dasar pengobatan moderen, Al Farabi, pada tahun 950 M telah melakukan beberapa improvisasi terhadap 'rabbab'. Nama lain yang tak kalah penting adalah Ibnu Bagja (di barat dikenal dengan Avempace). Ia mempunyai reputasi sebagai tokoh yang memperkenalkan musik pada dunia belahan timur.

Pesatnya perkembangan musik pada kurun itu juga diikuti dengan ‘menjamurnya’ sekolah musik. Salah satu pengajarnya yang paling terkemuka adalah Safial al Din. Bahkan, karya-karya dari sekolah musik terkenal itu sekarang masih bisa dilacak.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image