Gatoloco, Darmogandul: Peyorasi Islam di Indonesia Sepanjang Zaman

Budaya  

Jalinan cerita buku Gatholoco mengisahkan tentang perdebatan antara tiga sosok kiai (ulama) dengan seorang lelaki bernama Gatholoco digambarkan sebagai orang yang berpenampilan buruk, berbau busuk, bermulut kotor, penghisap candu, pembantah, filosofis, dan berpikiran seksual. Gatholoco pun tak sendirian. Dia ditemani bujangnya yang bernama Darmogandul.

Sikap ingin menista atau sinis terhadap Islam, tercermin dalam percakapan antara tiga orang ulama dengan Gatholoco. Dalam Bab ke IV, buku Gatholoco terbitan Tan Khoen Swie Kediri tahun 1958 (Gambuh, 26). Perdebatan ini terkait dengan soal haramnya kaum Muslim memakan daging babi. Tulisan ini memakai tulisan latin dengan 'ejaan lama'.

(26) Den ingu kawit kuntjung, lah tah sapa wani ganggu-ganggu, luwih kalal saking iwak wedhus pithik, jen asale iwak wedhus, sakko anggone anjenjolong.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

(Sudah dipelihara semenjak kecil (babi), lalu siapakah yang berani mengganggu, (karena) lebih halal daging babi itu dari pada kambing- ayam, bila asalnya daging kambing itu didapat dari mencuri,red).

Mengkaji buku Gatholoco tersebut, sejarawan Australia, MC Ricklefs, (Mengislamkan Jawa, Serambi, Cet 1 November 2013), menyatakan, di antara kaum priyayi di Jawa pada masa itu memang tumbuh sentiment anti-Islam. Mereka beranggapan bahwa peralihan keyakinan ke Islam adalah sebuah kesalahan dan bahwa kunci modernitas yang sesungguhnya terletak kesalahan peradaban.

Selain itu, mereka pun percaya bila kunci modernitas yang sesunguhnya itu terletak pada penggabungan pengetahuan moderen ala Eropa dengan restorasi kebudayaan Hindu –Jawa. Islam dalam hal ini dipandang sebagai penyebab mundurnya wujud paling agung dari kebudayaan tersebut: Kerajaan Majapahit.

Pada tahun 1870-an, para penulis dari Kediri memang telah meramu gagasan-gagasan semacam ini di dalam tiga karya sastra yang ‘mengagumkan’, Babad Kedhiri, Suluk Gatholoco, dan Serial Dermagandul, dan mengolok-olok Islam. Karya tersebut ini meramalkan bahwa penolakan terhadap Islam akan terjadi empat abad setelah kejatuhan Majapahit.

Jadi buku ini mungkin ditulis untuk memperingati berdirinya sebuah sekolah milik pemerintah kolonial bagi kaum elite di Probolinggo pada 1878, atau 400 tahun setelah runtuhnya Majapahit sebagaimana secara tradisional diyakini – dan bahkan orang Jawa akan menjadi pemeluk agama Kristen.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image