Dengan Eksis di Industri Musik Pop, Kami Ada dan Kaya

Budaya  

Kenyataan ini jelas berbanding terbalik dengan minat remaja terhadap musik atau sesuatu yang dikemas di luar genre musik pop atau musik yang lebih serius hingga tradisioal. Peminat jenis hasil kemasan budaya model ini tetap tak cukup banyak. Sejuta alasan terus dipompakan untuk mendongkrak pertunjukan ini. Tapi peminta tetap saja minim. Mereka hanya dihadiri sekelompok peminat saja, bukan hiruk pikuk histeria para konsumen. Idologi musik pop ternyata terus memimpin.

Gejala tetap menggeloranya musik pop kini makin tampak jejaknya pada kasus penjualan album pernyanyi Indah Pertiwi. dalam kurun itu, albumnya meski semula hanya mengandalkan penjualan di gerai restoran ayam goreng Amerika meledak tak tertahan hingga mencapai 1,2 juta kopi. Tiga pengharaan platinium disabetnya.

Saat itu banyak orang menuduh musik Indah Pratiwi gampangan dan dangkal, tapi penjualan album Indah tetap melenggang. Para pengecamnya yang mungkin sebagai penikmat musik ‘serba serius’ harus menjumpai kenyataan pahit bahwa genre musik yang disukainya sepi di pasaran. Penjualan albumnya mentok pada jumlah kopi maksimal ribuan atau hanya terjual digerai kaki lima saat ada diskusi atau seminar.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Mendiang pengamat musik, Remmy Silado, berulangkali mengatakan bila peminat musik pop terus menggila itu ada dasarnya. Sebab, hingga kini mereka yang membeli komoditi musik adalah sebatas kaum remaja saja. Musik memang melambangkan kemudaan.

‘’Kenyataan kemudaan ini terlihat jelas pada isitilah yang salah kaprah terhadap lagu nostalgia. Pada saat muda karena mereka hanya mendengar lagu melalui radio, maka ketika tua saat sudah punya uang mereka membeli lagi album lagu itu. Maka didaur ulanglah lagu itu untuk memenuhi hasrat kemudaan konsumennya. Contoh kasus ini adalah pada lagu Patah Hati-nya Rahmat Kartolo yang meledak pada 1960-an, dan kemudian menjadi hits lagi pada 1985 dengan penyanyi yang sama,’’ ujar Remmy.

Remmy menyatakan, tak selamanya pertunjukan musik pop selalu sukses. Sebab, semuanya ternyata bergantung kepada cara atau sistem penjualan. Musik serius pun bisa menangguk sukses asal didukung oleh kemampuan manajerial yang mumpuni. Contoh ini ada pada kasus pertunjukan musik klasiknya Addie MS yang selalu dipenuhi penonton. Bahkan, tiket pertunjukannya jelas tak berharga murah dan laris manis di pasar tiket catutan setiap menjelang pertunjukan.

‘’Sama halnya dengan kasus pertunjukan Justin Bieber, dalam soal pertunjukan musik klasik Addie MS, pasti ada pihak manajemen yang sangat bagus. Mereka mampu melihat peluang dan menjualnya. Jadi belum tentu musik pop itu selalu berhasil, musik atau pertunjukan yang bukan pop akan menuai hasil memuaskan bila ada pihak yang mampu mengemasnya sebagai sebuah pertunjukan yang memikat banyak pihak,’’ katanya.

Bahkan, lanjut Remmy, kemasan pop sebenarnya juga punya titik kelemahan yang serius. Yakni, pada sisi umur atau jangka waktu besarnya minat publik kepada produk tersebut.’’Saya melihat umur lagu atau ketenaran penyanyi pop misalnya sangat langka bisa lebih dari empat tahun. Biasanya kalau lagu pertama meledak album keduanya akan surut. Album berikutnya malah sudah susah ‘ditelan’ pasar lagi.’’

Dengan kata lain, Remmy mengakui esensi kemasan pop adalah sebenarnya lebih merupakan teknik cara menjual sebuah produk kepada para konsumennya. Isi dari produk sendiri adalah netral dalam arti sangat tergantung pada kemampuan mengundang minat konsumen untuk menikmati produknya.

’’Sekali lagi, tak peduli musik klasik atau pop, semua tergantung pada cara mengemasnya. Kalau gagal mendatangkan minat, apa pun jenisnya publik tak akan membelinya,'' kata Remy beberapa tahun silam.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image