Kisah Kapitein der Chinezen Karawaci Oey Djie San yang Meninggalkan Jabatannya

Sejarah  

Menariknya, tidak ada penjelasan siapa dua letnan yang membantunya menjalankan pemerintahan dan terlibat dalam acara seremonial komunitas Tionghoa Tangerang. Tidak diketahui siapa yang menggantikannya menjalankan birokrasi ketika tahun 1909 ia cuti satu tahun untuk melakukan perjalanan ke Eropa dan mengunjungi dua putranya; Oey Kiat Tjin dan Oey Kiat Ho yang bersekolah di Haarlem, Belanda.

Steve Haryono, dalam Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan ‘Cabang Atas’ Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20, menyebutkan Oey Djie San menjalankan tugasnya sebagai kapten sampai 1916. Tidak ada penjelasan apakah dia meninggalkan jabatannya begitu saja, mengundurkan diri, dan siapa yang meneruskan tugas-tugasnya

Jika informasi ini benar, Oey Djie San tampaknya memahami situasi politik — terutama yang berkaitan dengan perdebatan tentang masih perlunya sistem perwira di masyarakat Tionghoa — yang berkembang saat itu. Perdebatan terjadi sejak tahun 1900, ketika pengaruh nasionalisme Kuomintang merambah ke Hindia-Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Perdebatan itu tidak hanya terjadi di masyarakat Tionghoa, tapi juga di kalangan petinggi Belanda. Sebagian masyarkat Tionghoa, yang diwakili surat kabar Sin Po, menghendaki penghapusan sistem perwira. Alasannya, orang Tionghoa di Hindia Belanda tak lagi butuh letnan, kapten, atau majoor.

Kelompok lain, terdiri dari orang-orang yang diuntungkan sistem perwira, diwakili surat kabar Perniagaan. Mereka menghendaki sistem perwira dipertahankan karena masyarakat Tionghoa miskin masih membutuhkannya.

Di masyarakat Tionghoa, terjadi perpecahan serius antara peranakan dan xinke, atau pendatang. Di kalangan pejabat Hindia-Belanda, perdebatan sedemikian panjang. Sebagian pejabat ingin sistem perwira tradisional dihapus, dan diganti oleh pemimpin Tionghoa yang dipilih dan digaji pemerintah kolonial.

Di banyak tempat di Pulau Jawa, beberapa letnan dan kapten meningglkan posisinya setelah terjadi serangan fisik terhadap mereka. Tidak ada yang tahu pasti apakah Oey Djie San mengalami nasib serupa, yang membuatnya menanggalkan jabatan kapten tahun 1916.

Mungkin Oey Djie San tak kaget ketika September 1917 pemerintah Hindia-Belanda menghapus sistem perwira di masyarakat Tionghoa, yang menyebabkan seluruh kapten dan letnan mendadak kehilangan kekuasaan.

Dia juga tak sempat kaget ketika tahun Desember 1927 pemerintah Hindia-Belanda menghidupkan kembali sistem perwira, dan beberapa bulan kemudian Oey Kiat Tjin, putra tertuanya, dilantik sebagai kapten. Saat Oey Kiat Tjin mengenakan baju kebesaran kapten model baru, Oey Djie San telah tiga tahun menghuni liang lahat.

Penulis: Teguh Setiawan, mantan jurnalis Republika.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image