Sejarah

Ideologi Isa Bugis dan NII KW 9 Pasca Gerakan Gerakan Darul Islam Kartosuwryo Tahun 1962

Skema Fasionalisasi di dalam pusarab NII KW-9 Palsu (Al Chaidar).
Skema Fasionalisasi di dalam pusarab NII KW-9 Palsu (Al Chaidar).

Oleh: Al Chaidar, Departemen Antropologi, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

Salah satu fenomena yang menarik dalam sejarah Islam di Indonesia adalah munculnya berbagai aliran dan gerakan yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Beberapa aliran ini bahkan berusaha untuk menggulingkan pemerintah dan mendirikan negara Islam di Indonesia, dan berusaha menginfiltrasi dan membajak gerakan Darul Islam (DI).

Salah satu aliran yang muncul dalam sejarah gerakan Darul Islam pasca 1962 di Indonesia adalah ideologi aliran Isa Bugis. Ideologi ini berbeda dengan ideologi Darul Islam yang dipimpin oleh Kartosuwiryo, karena menolak konsep negara Islam dan lebih mengutamakan jihad maliyah (ekonomi) untuk melawan pemerintah. Mereka berusaha mengumpulkan infaq, sadaqah dan zakat untuk menyogok oknum aparat intelejen Indonesia agar menjadi tameng bagi operasional kegiatan mereka yang mengatasnamakan NII. NII yang mereka galang adalah NII yang palsu yang mereka rebut dari faksi yang defek (palsu). Isa Bugis tidak benar-benar ingin mendirikan negara Islam atau khilafah, tujuan utama mereka hanyalah mengumpulkan dana secara manipulatif dari umat yang mereka jebak melalui pengajian (tilawah, tazkiyah, dan taklim).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Muhammad Isa, alias Isa Bugis.
Muhammad Isa, alias Isa Bugis.

Ideologi aliran Isa Bugis juga dianut oleh Panji Gumilang, yang mengklaim diri sebagai penerus Darul Islam dan mengajarkan tafsir sesat tentang Al-Quran dan Hadis (Djamaluddin, 2002: 45-46).

Ideologi aliran Isa Bugis berpengaruh terhadap gerakan Darul Islam di Indonesia pasca 1962, karena menyebabkan perpecahan dan konflik di antara para pengikutnya. Beberapa kelompok yang berafiliasi dengan aliran Isa Bugis adalah Al-Qiyadah Al-Islamiyah, Gafatar, dan al-Zaytun. Kelompok-kelompok ini sering terlibat dalam kasus penistaan agama, penyelewengan doktrin, dan tindakan kekerasan (Utoyo, 2012: 67-68). Kelompok-kelompok ini juga mengancam keutuhan dan kesatuan bangsa Indonesia, karena menentang Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara (Wildan, 2019: 15-16).

Lihat tulisan pada halaman berikutnya