Ideologi Isa Bugis dan NII KW 9 Pasca Gerakan Gerakan Darul Islam Kartosuwryo Tahun 1962
Ideologi aliran Isa Bugis perlu ditangkal dan dikritisi oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, karena bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ajaran Islam yang sebenarnya adalah ajaran yang rahmatan lil alamin, yaitu membawa rahmat bagi seluruh alam dan makhluknya. Ajaran Islam yang sebenarnya juga menghormati keragaman dan toleransi antar umat beragama, serta mengedepankan dialog dan damai dalam menyelesaikan masalah (Fikri, 2018: 89-90). Ajaran Islam yang sebenarnya juga tidak mudah terpengaruh oleh paham-paham sesat yang hanya menguntungkan segelintir orang dan merugikan banyak orang (Maulana, 2010: 34-35).
Aliran ini mengajarkan bahwa Islam telah rusak dan perlu direformasi oleh nabi Isa. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini bergabung dengan DI di Sulawesi Selatan dan berperang melawan pemerintah. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Lembaga Kerasulan, yang dipimpin oleh Ahmad Moshaddeq, seorang mantan anggota DI yang juga mengaku sebagai nabi Isa (Umar Abduh, 2001: 45-46).
Aliran Lembaga Kerasulan adalah aliran yang berkembang dari aliran Isa Bugis. Aliran ini mengajarkan bahwa Ahmad Moshaddeq adalah nabi Isa yang kedua dan memiliki misi untuk menyempurnakan Islam. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini juga merupakan mantan anggota DI yang tidak puas dengan hasil perjuangan DI. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Al Qiyadah Islamiyyah, yang merupakan kelanjutan dari aliran Lembaga Kerasulan (Djamaluddin, 2002: 67-68).
Al Qiyadah Islamiyyah adalah aliran yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq setelah ia keluar dari aliran Lembaga Kerasulan. Aliran ini mengajarkan bahwa Ahmad Moshaddeq adalah imam mahdi yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Aliran ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Aliran ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota aliran ini juga merupakan mantan anggota DI yang masih berharap untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Aliran ini juga berhubungan dengan aliran Gafatar, yang merupakan kelompok baru yang muncul dari aliran Al Qiyadah Islamiyyah (Fikri, 2018: 23-24).
Gafatar adalah singkatan dari Gerakan Fajar Nusantara, sebuah kelompok baru yang didirikan oleh Ahmad Moshaddeq bersama dengan Mahful Muis Tumanurung dan Andry Cahya. Kelompok ini mengajarkan bahwa mereka adalah pengikut tiga nabi akhir zaman, yaitu Ahmad Moshaddeq sebagai nabi Isa, Mahful Muis Tumanurung sebagai nabi Musa, dan Andry Cahya sebagai nabi Muhammad. Kelompok ini juga menolak Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara dan menginginkan penerapan syariah Islam secara total. Kelompok ini berpengaruh terhadap gerakan DI karena beberapa anggota kelompok ini juga merupakan mantan anggota DI yang masih bercita-cita untuk mendirikan negara Islam di Indonesia. Kelompok ini juga menjadi sorotan publik karena dituduh melakukan penistaan agama dan menyebabkan perceraian (Utoyo, 2012: 45-46; Wildan, 2019: 10-11; Maulana, 2010: 34-35).
lihat tulsan pada halaman berikutnya