Sunan Giri dan Pusat Jaringan Ulama Penyebar Islam di Nusantara (Bagian 2, Habis)

Sejarah  

Dan, khusus untuk peran Sunan Prapen atau Sunan Giri itu terjejak dari buku klasik yang baru saja kembali diterbitkan 'Penerbit Mata Bangsa dari Yogyakarta', 'Awal Kebangkitan Mataram’ karya DR H.J De Graaf.

Bagi para kaum sejarawan nama ini bukan hal yang asing. Sejarawan yang kini menjadi Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan Sejarah UI, Didik Prajoko, mengatakan berkat De Graaf, sejarah Jawa menjadi sangat jelas terlihat. Ini berbeda dengan sejarah wilayah timur Nusantara yang masih banyak sisi gelapnya alias belum tersentuh oleh kajian para sejarawan.

Dalam buku ‘Awal Kebangkitan Mataram’ disebutkan dakwah Sunan Prapen sangat aktif, tidak hanya di Jawa. Tetapi kegiatan dakwahnya juga sampai jauh di pulau Nusantara. Di Lombok ia dikatakan oleh kaum Sasak telah mengislamkan rakyat di sana. Di katakana penduduk diminta memeluk agama baru dan itu menyebabkan Raja Lombok memindahkan istananya ke Selaparang.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam temuan penulis (di luar buku De Graaf) pengaruh Sunan Giri Prapen dari Gresik ini juga terjejak di wilayah Flores Timur (ujung timur –selatan Nusantara yang berbatasan dengan Timor Leste). Di sana ada kisah atau legenda seserorang yang bernama ‘Ole Lang’ pergi menumpang kapal bersama dengan para pelaut Jawa berlayar ke Gresik. Ole Lang kemudian hamper selama 15 tahun belajar atau menjadi santri Sunan Giri Prapen di Gresik itu.

Selanjutnya De Graaf sendiri menulis, mungkin Sunan Prapen ini juga ada hubungannya dengan usaha orang Jawa yang menyebarkan agama Islam Islam di Bali, seperti tersebut dalam ‘Kidung Pamancangah’. Raja Mataram dan Raja Pasuruan dikatakan telah menggubah tembang berisi ejekan terhadap Raja Bali, Batu Genggong, dengan menyamakan dengan jangkrik aduan yang sedang dikilik.

Raja yang terhina itu sangat marah, dan menjawabnya melalui satria, Den Takmung. Dalam jawabannya, ia mengingatkan kembali akan kedatangan seorang utusan dari Makkah, yang menawarkan kepada Taja sebuah gunting dan peralatan cukur (Lelaki di Jawa dan Bali sebelum Islam memang rambutnya terbiasa dibiarkan panjang bergelung,red), serta hendak mengislamkannya.

Hadiah itu dihancurkan, dan utusan tersebut pun dihajar. De Graaf kemudian juga menulis, dalam kisah ini harus dikemukakan bahwa pemberian nama geografis, seperti ‘Mataram’ atau ‘Makkah’ hendaknya tidak terlalu dipandang secara harfiah. Bagi orang Bali kala itu gambaran mengenai dunia luar pulau mereka tidak jelas, tetapi dapat dipastikan bahwa Batu Genggong hidup semasa dengan Sunan Prapen. Sebab, bagaimana mungkin Sunan Prapen yang ingin mengislamkan Lombok, justru melompati Bali yang letaknya lebih dekat.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image