Ketika Media Kehilangan Pengiklan dan Pelanggan Akibat Dukung Politik Etis

Sejarah  

Dalam kalimat singkat, kemarahan terhadap Politik Etis — yang disampaikan dengan menghina dan merendahkan penduduk pribumi — memunculkan sentimen nasionalisme di sekujur Jawa dan seluruh Hindia-Belanda dan mengeraskan semangat untuk merdeka.

Secara organisasi, politik nasionalisme mulai ditembakan September 1912 dengan berdirinya Indische Partij, atau Partai Hindia-Belanda Ernest Douwes Dekker — keturunan langsung Douwes Dekker si Multatuli — dokter Jawa Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat, berada di balik pendirian partai itu.

Berbeda dengan Sarekat Islam (SI) yang mengusung Pan-Islamisme dan Boedi Oetomo yang priyayisentris, Partai Hindia-Belanda menetapkan tujuan yang jelas, yaitu kemerdekaan, dan Hindia-Belanda terpisah dari Belanda.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Beberapa tahun kemudian muncul sesuatu yang aneh di kalangan pers Hindia-Belanda. Mereka yang anti dan pro Politik Etis bersatu menentang nasionalisme non-kooperatif. Mereka dipersatukan oleh musuh bersama, yaitu Indische Partij atau Partai Hindia-Belanda, atau Partai Indonesia.

Politik Etis membuahkan hasil. Pendidikan bagi inlander, atau pribumi, diperluas dan pengentasan kemiskinan berjalan. Generasi muda Hindia-Belanda memanfaatkan kesempatan mencapai pendidikan jauh lebih tinggi, karena tahu mereka yang akan menjadi garda depan nasionalisme Indonesia.

Tahun 1927, Het Nieuws van den Dag voor Nederlandsch-Indië menulis; “Orang-orang Indonesia yang belajar di Belanda inilah yang akan membuat kita tenggelam dalam kesedihan dan kesengsaraan.”

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image