Hanya Orang Indonesia Punya Batik: Jangan Salah Belanda Terbukti Juga Punya Batik Lho?

Sejarah  

Pedagang Cina dan Arab memonopoli kapas, lilin, tembaga untuk canting, dan pewarna alami. Franquemont membeli semua bahan itu dari kedua komunitas itu. Sebagai imbalannya semua produk batik Belanda diserahkan ke pedagang Cina dan Arab.

Artinya, pedagang Arab dan Cina menikmati dua keuntungan; dari penjualan bahan dasar pembuatan batik dan monopoli pemasaran produk batik meski demikian ceruk pasar batik Belanda relatif terbatas.

Produsen batik Jawa sempat menghadapi situasi serupa. Pedagang Cina dan Arab hanya bersedia menjual bahan dasar pembuatan batik; kapas, pewarna alami, tembaga untuk canting, dan lilin, kepada pribumi jika produk batik masyarakat dijual kepada mereka.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Baca juga: Puluhan Masjid Peninggalan Ottoman di Siprus-Yunani Berusaha Dibakar

Sarekat Dagang Islam (SDI) menolak gagasan itu, yang membuat pengarajin batik sekujur Jawa sempat berhenti berproduksi akibat ketiadaan bahan baku. Haji Samanhudi, ketua SDI saat itu, membuat terobosan dengan mengirim tim ke Italia untuk membeli tembaga, kapas, lilin, dan pewarna, ke Italia.

Pedagang Cina akhirnya berinovasi dengan membuat batik Tionghoa. Batik dipasarkan di kalangan perempuan Tionghoa di sekujur Jawa. Meski ceruk pasar kecil, batik Cina bertahan sampai pergantian abad.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image