Sejarah

Mengenang Munir: Kamu di Mana Cak?

Munir dan sepeda motor kesayangannya yang raib dicuri di kantor YLBHI Jakarta.
Munir dan sepeda motor kesayangannya yang raib dicuri di kantor YLBHI Jakarta.

Ada sayatan perih ketika mendengar kisah lelaki berambut jagung lulusan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang sampai kini terus dan semakin kencang disebut. Ada kerinduan yang abadi di sana? Ada keinginan bertemu dan bercanda apa saja.

Bagi jurnalis yang semenjak reformasi 1998 hingga Munir wafat mangkal di Kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, jelas mengenal sosok jelas. Mereka pasti tahu apa saya yang dilakukan, sekaligus apa saja teror dan intimidasi yang menimpa padanya.

Mulai hal sepele dari di buntuti di jalan, hingga motor Munir yang diparkir di kantor itu hilang, bahkan hingga gerudug massa di mana pemimpin rombongan mengacungkan golok persis di depan hidungnya, sudah diketahui.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam hal itu, Munir jelas lelaki bernyali besar. Tubuhnya memang ringkih, Kalau dipukul sekali pasti nyungsep. Namun dia tetap beran melawani. Semangatnya menyala. Mata jalang, membela hak keluarga di mana anak-anaknya hilang tak diketahui rimba dan kuburnya hingga sekarang.

Mungkin tulisan ini kenangan yang naif pada sosok Munir. Ini dari seorang jurnalis yang kala itu kerapkali tidur siang di ruangan sofa meja kantornya. Munir cuek saja ketika ada wartawan tidur di ruanganannya yang memang terasa sejuk karena berpendingin udara.

Munir memang sosok dekat, tapi sekaligus kritis pada tulisan wartawan. Media bagi dia dimanfaatan secara optimal untuk mengabarkan usaha dia untuk mencari orang yang hilang itu.