Kisah Robin Hood Batavia: Antara Si Pitung dan Si Patai
Berita kematian Si Patai disalin banyak media, dan menimbulkan kemarahan kelompok sayap kiri. _ _Voorwaarts_ , surat kabar kelompok sosial-demokrat di Hindia-Belanda, dengan sinis memberi judul; Perburuan hewan cokelat."
_Tribune_ , surat kabar komunis di Hindia-Belanda, menulis; barbarisme Kristen menjadi berita utama di atas editorial. Foto-foto di _D'Orient_ , majalah yang cukup populer saat itu, memperjelas bahwa tentara kolonial tidak segan-segan menggunakan cara-cara tidak manusiawi untuk mempertahankan kekuasaan.
Mayat Si Patai dibawa keliling kampung sekujur Ommelanden Padang. Masyarakat digiring untuk melihat jenazah orang yang selama ini dikagumi dengan aksi rampoknya yang selalu menghibur.
_De Sumatra Post_ menulis; "Mayat Si Patai dibawa keliling kampung oleh tujuh prajurit KNIL di bawah pimpinan seorang Manado, untuk mendapat pengakuan masyarakat bahwa orang yang mereka kagumi telah mati. Namun, segala bentuk ibadah untuk memakamkan Si Patai ditiadakan."
Sesuai tradisi kolonial, mayat Si Patai tidak diserahkan ke keluarganya setelah dibawa keliling kampung, tapi dimakamkan secara rahasia. Alasannya, agar tidak ada orang yang menziarahi makamnya.
Si Patai telah tiada, dan makamnya entah di mana, tapi kisahya dituturkan dari mulut ke mulut. Meceritakan kembali kisah Si Patai adalah bentuk lain dari ziarah.
Menariknya, Si Patai bernasib sama dengan Si Pitung, yang kisah hidupya dituturkan sebagai dongeng. _De avondpost_ edisi 9 Maret 1927, mengutip keterangan penduduk, menulis Si Patai tidak mati ditembak karena dia kebal peluru. Mayat Si Patai dimutilasi, tubuh dan kepalanya dikubur terpisah entah di mana.