Dari Sirna Ilang Kertaning Bumi Hingga No Time to Think: Akankah Umat Islam Terendam Banjir Informas
Pada masa kini, situasi ini yang paling mutakhir tentang perubaan sarana komunikasi di Indonesia terekam dari menghilangnya majalah mingguan bergengsi yang selama lebih dari tiga dasa warsa telah eksis, yakni Majalah Gatra. Melalui surat edaran yang tersebar di berbagai media, sepekan silam para punggawanya menyatakan ‘pamit pralaya’, pergi untuk selamanya. Maka ke depan rakyat Indonesia tidak akan lagi bisa mendapati media Gatra, baik itu dalam versi cetak maupun daring atau webnya.
Jelas, ‘pamit pralaya’ Gatra memang seperti menjadi penanda untuk ke sekian kalinya mengenai berakhirnya sebuah era media. Mau tidak mau, dipaksa atau tidak, media konvensional berubah menjadi media baru yang mengandalkan jaringan internet. Sebagai konsekuensinya, maka dunia media massa berubah dari media yang monoton hanya satu platform, kini menjadi multi platform.
Imbasnya lagi kaidah jurnalisme media pun ikut berubah, dari yang sebelumnya mengandalkan penyaringan, kedalaman, dan semua hukum-hukum idealnya, berubah lebih mengandalkan kecepatan dengan segala risikonya negatifnya. Bahkan di kalangan media, apa yang terjadi di masa kini adalah kenyataan bahwa tak ada lagi cukup waktu untuk berpikir dalam menyebarkan sebuah hasil komunikasi.
Jadi semuanya serba cepat, bahkan sangat cepat, serta secara masif menyebar ke seluruh penjuru dunia selama 24 jam terus menerus. Istilah inilah yang kemudian pertama kali disebut seorang jurnalis Inggris pemenang hadiah Pulitzer, Howard Rosenberg dan dan Charles S. Feldman, dengan ujaran: No Time to Think.
Sama dengan sengkalan dari sandi ‘Sirna Hilang Kertaning Bumi’, di era komunikasi pada zaman milenial ini istilah No Time to Think juga berubah seolah menjadi mantra ajaib penanda perubahan zaman di bidang komunikasi media. Bila dahulu Raja Majapahit terakhir, yakni Prabu Brawijaya V, terkena imbas dari sengkalan berbahasa Jawa Kuno itu, maka di masa kini Perdana Menteri Kerjaan Inggris, Tony Blair, ganti merasakan akibatnya dari ujaran berbahasa Inggris dari Rosenberg dan Feldman tersebut. Tak beda dengan Brawijaya V, Blair seakan tertimpa tulah mantra berubahnya era komunikas yang berasal dari ujaran ‘No Time to Think’ ini.
Rosenberg dan Feldman yang juga merupakan wartawan yang kerap meliput kegiatan Tony Blair yang berkantor di 10 Downig Street, City of Wesminter, London menceritakan betapa Blair kebingungan akan efek dari sebuah pernyataan yang di media masa kini. Hal itu adalah sebuah pernyataan yang kadang dia katakan secara spontan dan terburu-buru sehingga tak mendalam, bisa muncul dan terus berputar dan meluas menjadi berita yang dikutip di seluruh media di dunia selama 24 jam penuh tanpa dia bisa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.