Sultan, King, dan Juragan (2)

Budaya  

Begitu hebatnya sugesti yang diinjeksi ke benak anggota--terutama anggota baru yang memulai dengan modal kecil--mereka akhirnya setuju menambah investasi karena takut kehilangan peluang emas atau FOMO ( Fear of Missing Out) atau agar terhindar dari FUD ( Fear, Uncertainty and Doubt) yang bisa menyebabkan rugi. Dari tahap inilah biasanya anggota melakukan tindakan nekad berikutnya: bongkar tabungan, pinjam dana pihak ketiga, jual rumah, kendaraan dan aset lain yang mereka miliki tanpa pikir panjang, semata agar punya tambahan modal untuk lanjutkan investasi akibat sudah dikuasai mimpi bakal memetik profit besar di ujung jari. Just one click away.

Ketika mereka tetap tak kunjung menang bahkan semakin dalam terjeblos sumur kerugian, modal puluhan-ratusan juta, bahkan miliaran rupiah akhirnya raib. Ludes. Akibatnya tragis. “Ada yang bunuh diri, bercerai dengan istri, depresi berat sehingga dirawat di RSJ, atau terlunta-lunta tak punya tempat tinggal karena rumah sudah dijual,” ungkap seorang koordinator korban binary option dari satu grup Telegram dengan tiga ribu anggota kepada artis dan YouTuber Uya Kuya (lihat: “Jadi Affiliator, Artis Besar Ini Akan Ditangkap?”, Uya Kuya TV).

Mengapa para korban senaif kerbau dicucuk hidung? Tak lain karena mereka sudah terhipnotis kekuatan flexing berjilid-jilid yang dilakukan para ‘sultan’ sehingga terkondisi teler nalar hingga pengar. Seperti saya ulas sebelumnya, flexing adalah teknik persuasi terselubung ( covert persuation technique) yang powerful. Ini bentuk gendam medsos yang lebih canggih dari cara kerja dukun jadul bermodal air tujuh sumur dan kembang tujuh rupa. Gendam medsos jauh lebih mengerikan karena dibungkus tampilan bling-bling dan super mencling.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dampaknya luar biasa sadis. Melalui konten flexing, jutaan follower tersihir kehebatan finansial para ‘sultan’ yang duduk tersenyum di tumpukan uang seratus dolar, menghadiahkan arloji miliaran rupiah bagi pacar, membeli mobil sport mewah yang ‘murah banget’ tak perlu ditawar, bagi-bagi uang kepada kerumunan di jalan dan di pasar, atau posting konten dengan narasi hambar. “Baru dapat untung Rp 15 juta. Lima bulan UMR hanya dalam 10 menit. Wkwkwk.” Sama sekali tidak lucu malah menyindir sangar.

Mereka praktikkan esensi prinsip ke-34 dari 48 Hukum Kekuasaan ( The 48 Laws of Power), “Tampilkan diri bak raja jika ingin diperlakukan demikian ( Act like a king to be treated like one)” dengan sangat meyakinkan sehingga terkesan mukjizat finansial betul-betul terjadi pada diri mantan buruh dan pengamen yang kini melejit di orbit ‘crazy rich’.

‘Sultan Medan’ dan ‘Raja Bandung’ bahkan tak sungkan menjalankan prinsip lain dari Laws of Power, salah satunya hukum ke-8 yang kontroversial, yaitu “Buatlah orang lain mendatangi Anda, gunakan umpan jika perlu ( Make other people come to you, use bait if necessary)”. Caranya? Eksploitasi sisi rapuh emosional publik dengan kalimat toksik seperti, “Gue nggak mau kaya sendirian. Enaknya barengan biar asik.” Nah, siapa yang nggak meleleh hatinya mendengar perhatian ‘sultan’ yang sangat empatetik?

Tak jarang mereka pun gunakan kalimat ala pedakwah, “Gue sangat percaya adanya The Power of Sedekah. Semakin kita memberi, rezeki semakin datang.” (Ucapan ‘Sultan Medan’ di kanal YouTube Prestige Productions, “Behind the Wheels: S1E16”).

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image