Try Soetrisno: Dari Pangdam Jaya, Wapres, Hingga Kenangan Rhoma Irama Atas Tragedi Tanjung Priok

Sejarah  

Penangkapan dan penyiksaan tak hanya menyeret orang-orang kecil yang ikut dalam demonstrasi kala itu atau korban salah tangkap, tetapi juga menyeret para mubaligh dan aktivis Islam. AM Fatwa, penandatanganLembar Putihturut ditangkap dan divonis berat begitu pula Letjen HR Dharsono, Salim Kadir, Prof. Oesmany Al Hamidi yang sudah sepuh dan Abdul Qadir Djaelani. Mereka rata-rata menerima vonis 18 hingga 20 tahun. Mereka dianggap sebagai dalang dan provokator peristiwa Tanjung Priok. Peradilan yang mereka jalani pun peradilan ‘sesat’ di bawah kendali oleh pemerintah.

Peristiwa Tanjung Priok memang menjadi palu godam untuk menghantam umat Islam yang kritis terhadap pemerintah Orde Baru. Upaya pemerintah yang terutama hendak memaksakan Pancasila sebagai asas tunggal menimbulkan reaksi keras dari umat Islam. Peristiwa Tanjung Priok benar-benar memukul umat Islam. Setelah peristiwa ini, penerapan Pancasila sebagai asas tunggal tak lagi menemui kendala berarti. Namun bagi yang memperhatikan peristiwa ini dengan seksama, pasti akan mencium bau busuk operasi intelejen dalam peristiwa Tanjung Priok. Berbagai faktor mencurigakan, misalnya insiden provokasi oleh Babinsa di mushola As-Sa’adah. Lalu aparat juga condong mendiamkan warga yang tersulut emosinya. Ceramah-ceramah di wilayah itu memang semakin memanas menjelang tanggal 12 September 1984.

Tokoh umat Islam, Muhammad Natsir, sudah mengingatkan para da’i dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) untuk tidak melakukan khotbah di daerah Tanjung Priok karena situasinya semakin mencurigakan.[21] Ceramah-ceramah menolak asas tunggal memang semakin keras bergema di sana. Mustahil aparat tidak mengetahui hal ini. Bukan kebiasaan aparat di rezim Orde Baru untuk mendiamkan ceramah-ceramah yang kritis terhadap pemerintah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kecurigaan lain juga muncul melihat kesiapan aparat ketika menghadang massa demonstran. Aparat yang belasan orang, dihadapkan pada massa yang berjumlah setidaknya 1.500 orang. Reaksi aparat yang membabi buta menghujani massa yang tertib dengan tembakan juga amat tidak wajar. Turut menjadi pertanyaan adalah, mengapa lampu-lampu kala itu dipadamkan secara total dengan mematikan aliran listrik dari PLN secara tiba-tiba dan serentak? Massa dalam kegelapan tentu saja lebih mudah dikacaukan dan hinggapi rasa panik serta ketidakjelasan melihat peristiwa.

Namun yang paling menimbulkan kecurigaan adalah berkumpulnya aparat (tentara) di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Mengkok Sukapura Cilincing, pukul 21.00, hanya beberapa jam sebelum kejadian pukul 23.00. Aparat terlihat mengamankan lokasi pemakaman umum tersebut. Kelak, para korban dimakamkan di TPU tersebut, beberapa jam setelah kejadian tanpa diketahui keluarga korban. Fakta ini baru diketahui setelah para korban yang menjadi aktivis untuk menuntut keadilan peristiwa Tanjung Priok, menggali makam di sana dan menemukan tulang belulang korban pada tahun 1998.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image