Sejarah

Kisah Komunis di Ranah Minang

Sumatera Thawalib Padang Panjang tempo dulu. Di sinilah tempat awal tumbuhnya gerakan kiri di Minangkaba . Foto: Dok. Perguruan Thawalib.
Sumatera Thawalib Padang Panjang tempo dulu. Di sinilah tempat awal tumbuhnya gerakan kiri di Minangkaba . Foto: Dok. Perguruan Thawalib.

oleh: Fikrul Hanif Sufyan, pemerhati, pengajar, dan penulis sejarah

Setidaknya, jelang meletusnya peristiwa Silungkang pada 1 Januari 1927, sekurangnya hanya dua orang yang menjadi musuh utama dari Komunis (Kuminih, orang Minang sebut) di Minangkabau, yakni Haji Abdul Karim Amrullah atau akrab disapa Haji Rasul, HAKA, dan Inyiak De eR. Tokoh lainnya adalah Saalah Jusuf Sutan Mangkuto.

Bila Haji Rasul telah berhadapan dan berdiskusi keras dengan murid kesayangannya – yang juga menjadi ideolog dari Kuminih, leader dari Sarekat Rakyat Padang Panjang, yakni Haji Ahmad Khatib gelar Datuk Batuah.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Berbeda kisahnya Saalah Jusuf Sutan Mangkuto. Meskipun tokoh ini mungkin tidak terkenal dalam sejarah nasional, peneliti seperti Taufik Abdullah, Murni Djamal, Deliar Noer, dan Audrey Kahin sering berbicara tentangnya.

Nama Saalah, turut disebut-sebut oleh ulama sekelas Hamka dalam beberapa karyanya-terutama yang berhubungan dengan gerakan Islam Modernis dan Muhammadiyah di Minangkabau.

Laki-laki kelahiran Nagari Pitalah, Afdeling Batipuh X Koto tahun 1901 itu, memang dikenal pemberani, dan sudah putus urat takutnya berhadap-hadapan dengan kelompok Kuminih di kampung halamannya.

Pada masa itu, perjuangannya cukup berat, untuk sekadar mengalihkan nama Perkumpulan Tani – yang telah ia bentuk menjadi Muhammadiyah Cabang Padang Panjang. Ranah kelahirannya itu adalah basis kedua dari kekuatan merah – yang digawangi oleh Arif Fadhilah – seorang redaktur surat kabar Djago! Djago! dan anggota Sarekat Rakyat.

Selain dimusuhi Kuminih, Saalah turut dibenci oleh otoritas adat Pitalah dan ulama tradisional dari Tarekat Syattariyah. Namun, Saalah tetap bergeming.