Kisah Komunis di Ranah Minang

Sejarah  

Arndt kemudian mengeluarkan instruksi kepada seluruh bawahannya, untuk menghentikan surat izin berbadan hukum kepada Muhammadiyah, termasuk Cabang Padang Panjang. Namun instruksi Arndt dimaknai berbeda oleh bawahannya.

Asisten Residen Padang Panjang Winkelman setuju dengan instruksi Residen Sumatera Barat. Ia menaruh curiga sisa-sisa Communisten dari kalangan murid-murid Sumatra Thawalib–yang bergabung di Muhammadiyah Cabang Padang Panjang.

Asisten Residen Tanah Datar Karsen mempunyai pandangan berbeda dari rekannya di Padang Panjang. Ia malah tidak setuju perlakuan terhadap anggota Muhammadiyah disamakan saja untuk orang-orang Komunis.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Asisten Residen Winkelman memang sudah alang-kepalang marahnya dengan gerakan Kuminih di daerah kekuasaannya. Ia seolah tidak berdaya menghadapi kekuatan ‘merah’ yang sudah meresahkan pegawai-pegawainya sedari 1923-1927.

Ia kemudian menulis,”Siapakah yang bisa menjamin saya bahwa unsur ekstrimis di nagari itu tidak menyembunyikan diri mereka sendiri dibalik panji-panji Muhamamdiyah?” (Mailrapport 524x/’27).

Peristiwa penolakan Muhammadiyah di Pitalah dan Labuah, selanjutnya menarik perhatian pemerintah. Saalah kemudian membawa persoalannya pada otoritas pemerintah Batavia dan Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur.

Di sinilah letak kelihaian Saalah. Ia cerdik memanfaatkan situasi yang menguntungkan, guna mempropagandakannya pada otoritas Batavia, bahwa Muhammadiyah Padang Panjang memang anti Kuminih.

Kantor Urusan Pribumi yang menangani persoalan Cabang Padang Panjang, kemudian melihat kesempatan untuk memulihkan situasi di Sumatera Barat. Mereka berupaya memanfaatkan tangan pengurus Hoofdbestuur Muhammadiyah Hindia Timur–untuk mengontrol penuh Cabang Padang Panjang, agar tidak disusupi kekuatan Kuminih.

Itu juga yang mendorong para pemimpin agama untuk mengirim Haji Fakhrodin ke Minangkabau. Tanggal 15 April 1927, Van der Plas, seorang penasehat kantor Urusan Pribumi, mengirimkan surat kepada Residen Arndt setelah Fakhrodin menyatakan dukungannya untuk menyebarkan Muhammadiyah di wilayah Minang.

Fachrodin meminta Residen Sumatera Barat untuk menghentikan permusuhan mereka karena Muhammadiyah adalah wakil Islam yang sebenarnya dan tidak partisan. Van der Plas juga meminta Arndt bersimpati selama tur Haji Fakhrodin di Sumatera Barat.

Gubernur Jenderal de Graeff menerima argumen Van der Plas dan meminta Arndt untuk mengakhiri permsuhan dengan Haji Abdul Karim Amrullah. Dengan perubahan sikap itu, Muhammadiyah pusat berharap dapat membantu pemerintah Batavia membersihkan sisa-sisa Kuminih di Sumatera Barat.

Sepertinya surat-menyurat Van der Plas cepat melunakkan hati Residen Sumatera Barat. Ketika Fakhrodin pergi ke pedalaman Minangkabay, pejabat Hindia Belanda memperlakukannya dengan baik (Surat Van der Plas untuk Arndt tanggal 14 April, 15 April, dan 20 April 1927 dalam Mailrappport 524x/ 1927).

Meskipun Fakhrodin mengetahui telah terjadi diskriminasi di Pitalah dan Labuah, namun ia tidak memasukkannya dalam laporan perjalanannya. Fakhroddin punya penyelesaian elegan. Untuk meredakan konflik di tingkat cabang dan groep, ia memakai menantu Haji Rasul, yakni A.R Sutan Mansur untuk berurusan dengan otoritas adat dan ulama tradisional.

Selama perjalananannya di Maninjau dan Padang Panjang, Fakhrodin juga dibantu oleh kakak ipar Hamka–yang telah berhasil merangkul ninik mamak dan kepala nagari bergabung dalam persyarikatan. Sepeninggal Fakhrodin, Sutan Mansur terus memajukan persyarikatan dengan beberapa metode pendekatannya yang unik.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image