Sejarah Pertukaran Bengkulu dengan Singapura oleh Belanda dan Inggris
Penulis: Yuda Benharry Tangkilisan, Didik Pradjoko, Eva Riana, Asep Abdurahman Hidayah, Shiva Alsyabani, Aulia Syaharani.
Pengantar
Artikel ini disusun sebagai salah satu bagian dari program Pengabdian Masyarakat FIB UI BENTARA (Bengkulu Permata Nusantara) yang mengangkat topik “Upaya Memperkenalkan Potensi Wisata Sejarah dan Penyelamatan Warisan Sejarah dan Budaya Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu Bekerjasama dengan Zuriat Bangkahulu Tinggi”. Tujuan ditulisnya artikel ini adalah untuk menjelaskan proses peralihan kekuasaan dari Inggris ke Belanda yang diresmikan pada tahun 1824 melalui Traktat London.
Pendahuluan
Traktat London merupakan perjanjian antara Inggris dan Belanda guna menuntaskan permasalahan yang terjadi setelah Perjanjian Anglo-Belanda tahun 1814. Pihak Inggris diwakili oleh Charles Watkin dan George Canning, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Anton Reinhard Falck dan Hendrik Fagel. Traktat London diratifikasi oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Maret 1824 yang tersusun atas 17 klausul. Perihal pertukaran wilayah antara Inggris dan Belanda diatur pada klausul 9 dan 10 dengan pelaksanaan selambat-lambatnya satu tahun hingga 1825.
Kekuasaan Inggris di Bengkulu
Jauh sebelum kedatangan Inggris dan Belanda, kerajaan-kerajaan yang ada Bengkulu mendapat pengaruh dari Aceh dan Banten. Kemelut yang terjadi di Istana Surosowan mengurangi pengaruh Banten di Bengkulu, khususnya di antara keluarga Kerajaan Silebar. Pamor Aceh di Bengkulu juga mulai melemah pasca berkuasanya para sultanah (penguasa perempuan) sehingga mengalihkan fokus para pembesar Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu Utara untuk mencari sekutu baru
Inggris mulai mengalihkan fokusnya dari pulau Jawa setelah Banten di bawah kepemimpinan Sultan Haji menetapkan hak monopoli perdagangan lada bagi Belanda. Inggris diusir dari Banten pada tahun 1682 dan berpikir untuk mencari daerah alternatif penghasil lada di pesisir barat pulau Sumatera. Berdasarkan saran dari kantor dagang EIC di Madras, mereka menargetkan Pariaman dan Barus yang sudah terkenal pamornya ketika itu. Sebelum rombongan dari Madras tiba di kedua wilayah itu mereka diundang oleh penguasa Bengkulu (kemungkinan Silebar) untuk datang ke Bengkulu. Firdaus Burhan dalam bukunya “Bengkulu dalam Sejarah” menjelaskan bahwa ada kemungkinan perubahan rute dari Pariaman ke Bengkulu ini disebabkan oleh kesalahan navigasi mengingat kedua wilayah berada pada zona yang berdekatan.
Inggris mulai mendarat di Bengkulu pada tahun 1685 dan disambut hangat oleh penduduk setempat. Inggris hanya bermaksud untuk memonopoli perdagangan sehingga jarang terlibat dalam aktivitas politik bersama Kerajaan Silebar maupun Sungai Lemau. Gudang lada didirikan oleh Inggris di Pasar Silebar, kemudian berpindah 10 km ke arah Kota Bengkulu sekarang. Di sana Inggris membangun gudang sekaligus benteng untuk melindungi kepentingannya di Bengkulu. Inggris menghadiahkan sejumlah meriam kepada penguasa Silebar dan sebagai gantinya diberikan sebidang tanah. Pada tahun 1714 di atas tanah tersebut dibangun Benteng Marlborough yang masih kokoh hingga kini.