Kontroversi Jilbab: Dari Orde Baru, Revolusi Iran, Teater Emha, Hingga Senator Bali Arya Wedakarna
AgamaEmha lalu mengembangkan puisi itu menjadi lakon teater sebagai sarana protes atas kecenderungan Orde Baru menghalangi umat Muslim mengekspresikan keberislaman. Lakon itu dipentaskan pertama kali di UGM. Selama dua hari pementasan, “Lautan Jilbab” ditonton tak kurang dari 5.000 orang
Emha Ainun Nadjib membawa pertunjukan kolosal "Lautan Jilbab" digelar di berbagai kota. Penontonnya membeludak.
Berikut ini sepotong syair puisi 'Lautan Jilbab' karya Emha Ainun Nadjib:
Wahai Muslimah, berbanggalah
Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab.
Para malaikat Allah tak memiliki mata, tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab.
Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka rasakan degub kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi.
Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara: Ini tidak main-main! Ini lebih dari sekadar kebangkitan sepotong kain!
Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di antara mereka
Kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?
O, amatilah dengan teliti: Ada yang bersungguh-sungguh, ada yang akan bersungguh-sungguh, ada yang tidak bisa tidak bersungguh-sungguh.
Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?
O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir, sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan, sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang yang dijadikan alas kaki sejarah.