Inilah Makna Bulan Ramadhan Bagi Calon Jamaah Haji Nusantara di Masa Lalu
AgamaSeorang Wakil konsul Belanda di Jeddah kala itu, Hoesin Iscandar pada tahun 1931 sempat menulis soal situasi jamaah haji ketika berada di Makkah. Dia berkisah begini:
‘’Orang Jawa adalah satu-satu komunitas di Makkah yang tidak mencari uang, melainkan membelanjakan uang di Tanah Arab. Kebanyakan mereka tidak mempunyai profesi yang menghasilkan upah, dan mereka yang berdagang pun hanya berlangganan sesama orang ‘Jawah’ saja, sehingga penduduk Makkah asli mendapat untung besar dari komunintas ini.
Dari catatan arsip Belandadari Snouck Hurgronje, menyatakan bahwa komunitas Mukimin merupakan wujud hubungan paling konkret antara ‘Jawah’ dengan Haramain.
Inti dari dari mereka (komuntas mukimin Jawah) adalah para guru dan siswa. Di Makkah, merekalah yang dipandang tertinggi. Mereka amat disanjung oleh sesama orang Nusantara yang nak haji, dan dari Makkah mereka memimpin kehidupan-keagamaan desa-desa asli mereka.”
Jadi para haji zaman dahulu memanfatkan bulan Ramadhan hingga tibanya bulan haji untuk belajar agama. Bukan berdagang atau aktivitas lainnya. Mereka belajar dan menemui para ulama ‘Jawi’ yang mengajar di Makkah yang pada abad ke-19 jumlahnya banyak dan dipandang tinggi. Para ulama masyhur itu ternyata juga kebanyakan mengajar di rumah seperti Syekh Nawasi al Bantani.